Jumat, 22 Februari 2013

TEORI PEMBANGUNAN BERDASARKAN PERSPEKTIF LIBERALISME DAN MARXIS KLASIK (Developmentalism)


Keinginan mayoritas manusia adalah untuk membebaskan diri dari kemiskinan dan kemudian ikut terlibat dalam usaha membangun dunia, terutama dalam hubungannya dengan politik internasional, Robert Gilpin (1987).

Kemiskinan (poverty) telah lama menjadi permasalahan bagi manusia. Adanya dikotomi antara negara ”Utara” dan “Selatan” membuat terjadinya friksi-friksi ekonomi internasional. Negara Utara identik dengan teknologi, perkembangan ekonomi yang maju, modernisasi yang pesat, danindustrialisasi yang pesat. Negara Selatan justru mengangkat isu ”equality” antara negara kaya dengan negara berkembang.

Perbedaan perspektif kaum Liberalis (teori modernisasi) dan Marxis (teori dependensi) dalam menyikapi isu kekayaan (wealth), equility yang kemudian berkembang menjadi isu ketergantungan (dependency), dan development.

TEORI PEMBANGUNAN BERDASARKAN PERSPEKTIF LIBERALISME DAN MARXIS KLASIK (Developmentalism)

TEORI MODERNISASI Berdasarkan Perspektif Liberalisme


Liberalis mempercayai bahwa interaksi ekonomi antarnegara bersifat saling menguntungkan dan harmonis. Menurut liberalisme, perekonomian dunia merupakan faktor yang menguntungkan bagi perkembangan ekonomi sebuah negara. Interdependensi dan hubungan antara perekonomian negara yang maju dengan negara yang belum maju (LDC/Less Developed Countries) mengurangi sebagian “beban” bagi negara-negara berkembang. Melalui perdagangan, bantuan internasional, dan investasi luar negeri, LDC memperoleh pasar ekspor, modal (capital), dan teknologi yang dapat digunakan untuk perkembangan ekonomi (Gilpin, 1987:265).

Liberalisme juga mempercayai bahwa interdependensi yang terjadi dalam perekonomian dunia didasarkan pada konsep perdagangan bebas (free trade), spesialisasi, dan international division of labour (Gilpin, 1987:266). Aliran modal, barang, serta teknologi meningkatkan optimalisasi efisiensi dalam alokasi sumber daya yang kemudian turut “menularkan” kemajuan di negara-negara Utara terhadap negara-negara berkembang di Selatan. Perdagangan merupakan elemen “mesin pertumbuhan” (engine of growth) dimana LDC medapatkan aliran modal, barang, dan teknologi dari negara-negara maju. Negara maju pun memperoleh bahan mentah dengan harga murah yang sebagian besar menjadi sumber daya negara berkembang.

Teori modernisasi menerima tanpa kritik struktur hubungan antara negara kaya dan negara miskin. Dalam pandangan teori ini, underdevelopment merupakan hasil yang murni dari hubungan luar negeri negara itu sendiri. Modernisasi diartikan sebagai proses transformasi. Dalam rangka mencapai status modern, struktur dan nilai-nilai tradisional secara total diganti dengan seperangkat struktur dan nilai-nilai modern. Modernisasi juga merupakan proses sistematik yang melibatkan perubahan pada hampir segala aspek tingkah laku sosial, termasuk di dalamnya industrialisasi, diferensiasi, sekularisasi, sentralisasi, dsb. 

Ciri-ciri pokok teori modernisasi[1]:
  1. Modernisasi merupakan proses bertahap.
  2. Modernisasi juga dapat dikatakan sebagai proses homogenisasi.
  3. Modernisasi terkadang mewujud dalam bentuk lahirnya, sebagai proses Eropanisasi dan Amerikanisasi, atau modernisasi sama dengan Barat.
  4. Modernisasi juga dilihat sebagai proses yang tidak bergerak mundur.
  5. Modernisasi merupakan perubahan progresif
  6. Modernisasi memerlukan waktu panjang. Modernisasi dilihat sebagai proses evolusioner, dan bukan perubahan revolusioner.
Implikasi kebijaksanaan pembangunan yang perlu diikuti Dunia Ketiga dalam usaha memodernisasikan dirinya[2]:
  1. Menjadikan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat sebagai model dan panutan.
  2. Menyarankan pembangunan ekonomi, meninggalkan dan mengganti nilai-nilai tradisional, dan melembagakan demokrasi politik.
  3. Memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing, melalui investasi produktif dan pengenalan nilai-nilai modern.

TEORI DEPENDENSI Berdasarkan Perspektif Marxis Klasik


Pemikiran Marxis klasik didasarkan pada pemikiran Karl Marx dan Engels yang mengaitkan transisi masyarakat Eropa dari feodalisme - kapitalisme – sosialisme (Gilpin, 1987:272). Marxis mempercayai adanya underdevelopment position, teori yang mempercayai bahwa kaum kapitalis perekonomian internasional akan beroperasi secara sistemik dan mengubah perekonomian LDC. Negara yang kaya akan memiliki kontrol atas negara-negara dunia ketiga dan kemiskinannya.  Marxis menganggap interaksi yang dihasilkan bersifat konfliktual dan penuh eksploitasi (Gilpin, 1987:265).

Arghiri Emmanuel (1972) dalam Gilpin (1987) mendefinisikannya kontrol negara kaya tersebut sebagai unequal exchange. Pandangan ini kemudian berkembang menjadi pandangan strukturalisme yang memiliki argumentasi khusus terhadap liberalisme. Strukturalisme mengkritisi liberalisme dengan mengungkapkan bahwa kaum kapitalis liberal dalam perekonomian dunia hanya akan meningkatkan kesenjangan antara perekonomian maju dan yang kurang maju (Gilpin, 1987:274).

Underdevelopment (Hoogvelt (1997)) merupakan hasil dari proses sejarah yang sama dengan negara yang sekarang kapitalis. Dalam pandangan ini, struktur ekonomi dan sosial yang terdistorsi telah terbentuk pada negara negara kolonial yang akan membentuk stagnasi perekonomian dan kemiskinan yang ekstrim. Distorsi ekonomi sendiri berimplikasi pada dua hal, yaitu subordinasi ekonomi pada struktur negara kapitalis serta external orientation dan ketergantungan yang ekstrim pada pasar overseas. Sedangkan dari distorsi sosial, teori ketergantungan mengacu pada dua fitur utama, yaitu aliansi kelas antara para pemilik modal asing (comprador) dan perubahan bentuk yang ekstrim pada ketidakseimbangan sosial.

Istilah dependensi sendiri memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan industri. Theotonio Dos Santos, mendefinisikan dependensi sebagai keadaan ekonomi suatu negara yang dikondisikan melalui perkembangan dan perluasan terhadap ekonomi tertentu. Adanya hubungan negara-negara dalam perdagangan dunia, dimana ada negara dominan yang memberi pengaruh dan negara tidak dominan yang mendapat pengaruh baik positif dan negatif (Dos Santos (1970) dalam Gilpin, 1987:231).

Teori dependensi atau teori ketergantungan merupakan analisis tandingan terhadap teori modernisasi. Teori ketergantungan memiliki saran yang radikal karena teori ini berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam sistem industri kapitalisme. Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap sumber daya dan faktor produksi menyebabkan eksploitasi terhadap kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumber daya dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.

Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori ketergantungan mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga, sebagai negara periphery, dengan negara core di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga.

Sehingga pada intinya perbedaan mendasar Teori Ketergantungan dengan teori Liberalisme adalah bahwa Teori Ketergantungan memberikan anjuran yang sama sekali berbeda. Teori ini menganjurkan agar negara berupaya secara terus menerus untuk mengurangi ketergantungan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.

Referensi:
Frieden, Jeffrey A. (2006). "Decolonization and Development". Dalam Global Capitalism: Its Fall and Rise in The Twentieth Century. New York: W. W. Norton & Co. Inc. Hal. 301-320.
Gilpin, Robert. (1987). "The Issue of Dependency and Economic Development". Dalam The Political Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press. Hal. 263-305.
Hoogvelt, Ankie. (1997). "Neo-colonialism, Modernisation and Dependency". Dalam Globalization and The Postcolonial World: The New Political Economy of Development. Baltimore: The John Hopkins University Press. Hal. 29-43.
http://putrinyaperwira-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-64046-Ekonomi%20Politik%20Internasional-IdeIde%20Alternatif%20dalam%20Tatanan%20Perekonomian%20Internasional%20PascaPerang%20Dunia%20II.html


Semoga bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha