Tampilkan postingan dengan label kontemplasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kontemplasi. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Agustus 2015

Riba dalam Agama Kristen


Dalam perjanjian baru Injil Lukas ayat 34:l “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatanmu, tetapi berbuatlah kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya, karena pahala kamu akan sangat banyak.”

Larangan praktek bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-undang (Canon):

  • Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan.
  • Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga.
  • First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktekkan bunga.
  • Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).

Sejarah Riba dalam Nasrani:
Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII)
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Gereja Katolik Roma sejak abad ke-4 melarang pengambilan bunga oleh para kleru. Larangan ini diperluas bagi kaum awam pada abad ke-5. Pada abad ke-8, Gereja Katolik menyatakan riba menjadi tindak pidana umum. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen. St. Basil (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang miskin.
St. Gregory dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat kejam. St. John Chrysostom (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga berlaku bagi penganut Perjanjian Baru. St. Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit (rentenir). St. Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap orang miskin. St. Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama dengan perampokan.
Pandangan Para Pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan. Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa. Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. Harga barang yang ditinggikan untuk penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII - XVI)
Namun, pada akhir abad 13 muncul aliran-aliran baru  yang berusaha menghilangkan pengaruh gereja yang mereka anggap kolot, sehingga peminjaman dengan bunga berkembang luas dan pengharaman bunga dari pihak gereja pun makin kabur. Sejak itu praktek bunga merajalela dan dianggap sah di Eropa.
Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinjaman untuk memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku bunga pasar secara meluas. Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan, bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaan antara dosa individu dan kelompok.
Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury. Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert of Courcon(1152-1218), William of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St. Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274). Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga adalah sebagai berikut : Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan. Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari niat si pemberi hutang.
Namun semua itu diimbangi dengan gerakan anti-riba terus mendapatkan tempat selama awal Abad Pertengahan. Puncaknya, pada tahun 1311, Paus Clement V membuat larangan riba dan menyatakan bahwa semua undang-undang yang mendukung, batal demi hukum.

Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836)
Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 - 1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1531).
Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara lain:
·         Dosa apabila bunga memberatkan.
·         Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
·         Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
·         Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
Du Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang sederhana diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif. Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah seperti perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.

Pandangan Gereja Katolik
Menurut Gereja katolik pandangan mengenai Riba tidaklah berubah dengan pendapat para pendiri gereja seperti St.Gregorius dan St. John Chrysostom. tetapi prinsip dari riba(bunga) itulah yang berubah, karena bila zaman dahulu uang tidak bisa memberikan hasil kalau tidak dijalankan seperti yang disebutkan oleh kitab matius 27:27 menyatakan:
"Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”
Namun, pada zaman sekarang, uang dapat memberikan hasil, karena uang dapat dibungakan atau di investasikan.Dengan demikian, meminjamkan uang dengan “bunga yang pantas” bukanlah tindakan yang tidak adil. Namun, kalau memberikan pinjaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah dianggap berdosa karena melawan keadilan.
Namun,prinsip ini pun harus di laksanakan dengan bijaksana.Misal,seseorang mempunyai uang 1 miliar dan seseorang meminjam dari orang tersebut 1 juta rupiah, maka janganlah menarik bunga, apalagi kalau orang yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu,pemilik uang itu harus memberikannya dengan rela. Namun bila berada dalam situasi bisnis, maka adalah pantas, kalau menarik bunga dari pinjaman yang diberikan sebab sudah adanya persetujuan dari kedua pihak mengenai akan adanya bunga dari pinjaman tersebut. Seperti yang dilalukan oleh pihak perbankan dan nasabahnya.
Pada tahun 1891, Paus Leo XIII dalam “Rerum Novarum“, riba dikatakan sebagai kerakusan. Walau sering dikutuk Gereja, praktek ini masih sering terjadi. Bahkan pada tahun 1989, Paus Yohanes Paulus II dalam Sollicitude Rei Socialis secara eksplisit menuduh praktek riba sebagai penyebab krisis dunia ketiga.




Minggu, 02 Agustus 2015

Riba dari Berbagai Sudut Pandang Agama dan Budaya

Artikel ini akan mengupas pandangan dari berbagai agama terhadap Riba.

-ISLAM-

Riba menurut Al - Quran
Pengharaman Riba dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong orang yang membutuhkan.
 “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum [30]: 39)
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah  mengancam dengan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.
“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,   dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari padanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 160-161)
Tahap ketiga, Allah mengharamkan riba yang berlipat ganda. Sedangkan riba yang tidak berlipat ganda belum diharamkan. Allah berfirman :
 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”(Ali Imran 130).
Ayat ini turun pada tahun ke 3 hijriyah. Secara umum ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan  syarat  dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda maka riba tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum dari  praktek pembungaan uang pada saat itu.

Note: Boleh jadi ada orang yang berpandangan bahwa riba yang tidak berlipat ganda itu diperbolehkan karena salah paham dengan ayat yang menyatakan ‘janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda’. Jangan pernah terpikir demikian karena hal itu sama sekali tidak benar. Ayat di atas cuma menceritakan praktek para rentenir pada masa jahiliah lalu Allah cela mereka karena ulah tersebut.Sedangkan setelah Allah mengharamkan riba maka semua bentuk riba Allah haramkan tanpa terkecuali, tidak ada beda antara riba dalam jumlah banyak ataupun dalam jumlah yang sedikit.
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.” (Al-Qur’an surat Ar-Ruum ayat 39).

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan menganugerahinya rizki yang tidak diasangka-sangka”. [Q,.s.Ath-Thalaq: 2]

Tahap keempat, Allah  dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman baik bunga yang kecil maupun besar. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.

 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”(Al-Baqarah: 278-279).

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.” (QS Al-Baqarah: 275).

Allooh memusnahkan riba dan menyuburkan shadaqah.(QS Al-Baqarah: 276).

Hadist yang berkaitan dengan riba:
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Apa itu, ya Rasulullah?” Jawab Beliau, “(Pertama) melakukan kemusyrikan kepada Allooh, (kedua) sihir, (ketiga) membunuh jiwa yang telah haramkan kecuali dengan cara yang haq, (keempat) makan riba, (kelima) makan harta anak yatim, (keenam) melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan (ketujuh) menuduh berzina perempuan baik-baik yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allooh.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari V: 393 no: 2766, Muslim I: 92 no: 89, ‘Aunul Ma’bud VIII: 77 no: 2857 dan Nasa’i VI: 257).

Dari Jabir ra, ia berkata. “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka semua sama.” (Shahih: Mukhtasar Muslim no: 955, Shahihul Jami’us Shaghir no: 5090 dan Muslim III: 1219 no: 1598).

Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “Riba itu mempunyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dosanya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3539 dan Mustadrak Hakim II: 37).

Dari Abdullah bin Hanzhalah ra dari Nabi saw bersabda, “Satu Dirham yang riba dimakan seseorang padahal ia tahu, adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur.(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3375 dan al-Fathur Rabbani XV: 69 no: 230).

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi saw, Beliau bersabda, “Tak seorang pun memperbanyak (harta kekayaannya) dari hasil riba, melainkan pasti akibat akhirnya ia jatuh miskin.(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 5518 dan Ibnu Majah II: 765 no: 2279).

Tinggalkanlah tujuh perkara yang membinasakan. Para sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasul?. Beliau menjawab, syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa orang yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri ketika peperangan berkecamuk, menuduh wanita suci berzina”. (HR..dari Abu Hurairah).
Dalam hadits lain Nabi barsabda, “Empat golongan yang tidak dimasukkan ke dalam syurga dan tidak merasakan nikmatnya, yang menjadi hak prerogatif Allah, Pertama, peminum kahamar, Kedua pemakan riba, Ketiga, pemakan harta anak  yatim dan keempat, durhaka kepada orang tuanya”.(H.R. Hakim).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh akan ada sekelompok orang dari umatku yang berada dalam keburukan, kesombongan, permainan dan kesia-siaan, maka jadilah mereka itu kera dan babi-babi dengan sebab mereka menganggap halal apa-apa yang haram dan dengan sebab memakan riba.” (Hadits riwayat At-Targhib)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Riba meskipun banyak namun akibatnya akan menjadi sedikit.” (Hadits riwayat Al-Hakim, dalam Shahih Jami, Al-Albani)  

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Menjelang kedatangan hari kiamat tampak (menyebar) riba, perzinaan dan khamar (minuman keras).” (Hadits riwayat Ath-Thabrani).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila telah tampak perzinaan dan riba di suatu negeri, maka mereka berarti telah menghalalkan adzab dari Allah untuk diri mereka.” (Hadits riwayat Ath-Tharbani, Al-Hakim dan Hadits ini ada di Shahih Jami Al-Albani)

Di antara sekian hadits yg membicarakan tentang azab yg diterima “tukang” riba kelak di hari kiamat dibawakan Al-Imam Bukhari rahimahullahu dlm kitab Shahih- dari shahabat yg mulia Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu dlm hadits yg panjang tentang mimpi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara isi mimpi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikisahkan: “Aku melihat pada malam itu dua orang laki2 mendatangiku. Lalu kedua mengeluarkan aku menuju ke tanah yg disucikan. Kemudian kami berangkat hingga kami mendatangi sebuah sungai darah. Di dlm ada seorang lelaki yg sedang berdiri sementara di atas bagian tengah sungai tersebut ada seorang lelaki yg di hadapan terdapat bebatuan. Lalu menghadaplah lelaki yg berada di dlm sungai. Setiap kali lelaki itu hendak keluar dari dlm sungai lelaki yg berada di bagian atas dari tengah sungai tersebut melempar dgn batu pada bagian mulutnya. mk si lelaki itu pun tertolak ke tempat semula. Setiap kali ia hendak keluar ia dilempari dgn batu pada mulut hingga ia kembali pada posisi semula . Aku pun bertanya: ‘Siapa orang itu ?’ Dijawab: ‘Orang yg engkau lihat di dlm sungai darah tersebut adl pemakan riba’.”

Dan sabda Nabi shallahu ‘alahiwasallam, “Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah Ta’ala maka Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik darinya”.

-YAHUDI-
Agama Yahudi melarang praktik pengambilan bunga. Pelarangan ini banyak terdapat dalam kitab suci agama Yahudi, baik dalam Perjanjian Lama (Old Testament) maupun undang-undang Talmud. Riba dalam Yudaisme sangat dicerca dan dicemooh. Kata Ibrani untuk bunga ‘neshekh‘, secara harfiah berarti “menggigit”. Pengertian ini merujuk pada bunga tinggi yang menyengsarakan. Dalam Keluaran dan Imamat, kata “riba” selalu berkaitan dengan pelarangan pinjaman kepada orang miskin dan melarat. Sementara dalam Ulangan, larangan ini diperluas untuk mencakup semua peminjaman uang. Selain itu, dalam kitab Talmud, dilarang mengambil bunga dalam beberapa jenis kontrak penjualan, sewa dan kerja. Larangan mendapatkan bunga tinggi tersebut tidak dianggap sebagai kejahatan dengan sanksi pidana mati melainkan hanya sebagai pelanggaran moral.

Kitab Exodus (Keluaran ) 22:25 menyatakan:
(Tuhan berkata): Jika kamu meminjamkan uang diantara kamu kepada salah satu dari orang-orang Ku yang membutuhkannya, maka jangan kamu berbuat seperti yang dilakukan ”money lender” (dengan mengenakan bunga), jangan dibebankan bunga (no interest) kepada peminjam itu” (dikutip dari versi Internasional yang baru).


Kitab Deuteronomy (Ulangan) 23:19 menyatakan:
Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.” 


Kitab Deuteronomy (Ulangan) 23:20 menyatakan:
Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya.


Kitab Levicitus (Imamat) 35:7 menyatakan:
“Janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudara-mu bisa hidup di antaramu. Janganlah engkau memberi uang-mu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu janganlah kau berikan dengan meminta riba.”

Dalam agama Yahudi, Kitab Taurat (bahasa Yahudi untuk Hukum Musa atau Pentateuch, lima kitab pertama Perjanjian Lama) melarang riba di kalangan bangsa Yahudi, sementara paling tidak satu orang ahli melihat dalam Talmud (Hukum Lisan yang melengkapi Kitab Tertulis untuk kaum Yahudi ortodoks) suatu bias yang konsisten terhadap ‘kemunculan riba atau laba’ (Neusner, 1990).

-NASRANI-
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang tidak menyetujui praktek pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan :
Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.”
Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya ber-bagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII – XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI – tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga.
Larangan riba dalam kitab Injil diantaranya sebagai berikut:

(Tuhan berfirman):
Kitab Levicitus (Imamat) 35: Jika ada salah satu dari rakyat bangsamu menjadi miskin dan tidak mampu menghidupi dirinya, bantulah dia seperti halnya kamu (membantu) orang asing atau pendatang, hingga ia dapat melanjutkan kehidupannya diantara kamu.

Kitab Levicitus (Imamat) 36: Janganlah mengambil sesuatu bunga darinya, tetapi takutlah kepada Tuhanmu, sedemikian sehingga penghuni desamu dapat melanjutkan untuk tinggal / hidup diantara kamu.

Kitab Levicitus (Imamat) 37: Kamu tidak boleh meminjamkan uang kepadanya dengan berbunga atau menjual makanan padanya dengan suatu laba.

Dalam agama Kristen, pelarangan yang keras atas riba berlaku selama lebih dari 1.400 tahun. Secara umum, semua kontrol ini menunjukkan bahwa penarikan bunga apa pun dilarang. Tetapi, secara berangsur-angsur hanya bunga yang terlalu tinggi yang dianggap sebagai mengandung riba, dan undang-undang riba yang melarang bunga berlebihan semacam itu masih berlaku hingga saat ini di banyak negara Barat dan beberapa negara muslim Bagi umat Kristen abad pertengahan, pengambilan apa yang sekarang kita sebut bunga adalah usury(bunga yang berlebih-lebihan), dan usury adalah dosa, dikutuk dengan kata-kata yang sangat keras.

(Ingin tahu lebih panjang dan lebar mengenai riba dalam Nasrani kunjungi link ini)

-Kalangan YUNANI dan ROMAWI-
Pada masa Yunani, sekitar abad VI Sebelum Masehi hingga I Masehi, telah terdapat beberapa jenis bunga. Besarnya bunga tersebut bervariasi tergantung kegunaannya. Secara umum, nilai bunga tersebut dikategorikan sebagai berikut:
·         Pinjaman biasa (6 % – 18%)
·         Pinjaman properti (6 % – 12 %)
·         Pinjaman antarkota (7% – 12%)
·         Pinjaman perdagangan dan industri (12% – 18%)
Untuk kalangan bangsa Yunani dan Romawi, terdapat dinamika terkait pelarangan praktik pengambilan bunga. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan pendapat tentang riba yang merupakan suatu hal yang amat keji dan merugikan. Para ahli filsafat Yunani dan Romawi terkemuka yaitu Plato, Aristoteles, Cato, dan Cicero mengutuk orang – orang romawi yang mempratikkan pengambilan bunga.

  • Plato (427–347 SM)  mengecam sistem bunga karena dua alasan. Pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua, bunga menjadi alat golongan kaya dalam mengeksploitasi golongan miskin.
  • Aristoteles (384–322 SM) mencermati perubahan fungsi uang yang telah menjadi komoditas. Aristotles memandang bahwa fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar medium of exchange. Uang bukan alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga. Ia juga menyebut bunga sebagai uang yang berasal dari uang yang keberadaannya dari sesuatu yang belum tentu pasti terjadi. Aristoteles pernah berkata “pecunia pecuniam non parit” (uang tidak bisa melahirkan uang).
  • Sedangkan ahli filsafat Romawi Cicero memberi nasihat pada anaknya agar menjauhi dua pekerjaan yaitu memungut cukai dan memberi pinjaman dengan bunga.
  • Cato memberikan dua ilustrasi untuk menggambarkan perbedaan antara perniagaan dan memberi pinjaman yakni pertama, perniagaan adalah suatu pekerjaan yang mempunyai risiko, sedangkan memberi pinjaman dengan bunga adalah sesuaru yang tidak pantas. Kedua, dalam tradisi mereka terdapat perbandingan antara seorang pencuri dan seorang pemakan bunga. Pencuri akan didenda dua kali lipat sedangkan pemakan bunga akan didenda empat kali lipat yang berarti bahwa kejahatan bunga melalui sistem riba lebih jahat dari tindak kriminal pencurian.

Upaya untuk menangani bunga ini dilakukan di Roma dengan cara pembatasan suku bunga menjadi 10% saja. Tahun 342 SM, diumumkan adanya lex genucia yang melarang pengambilan bunga berapapun tingkatannya sehingga membungakan uang sama dengan kejahatan. Beberapa pengecualian juga terjadi misalnya pemberian uang muka untuk perdagangan laut (foenus naticum).
Pada masa Kaisar Justinian, tinggi bunga diatur hingga 6% untuk penjaman umum, 8% untuk kerajinan dan perdagangan, 4% untuk bangsawa tinggi, dan tetapi 12%  untuk perdagangan maritim. Adanya pengecualian inilah yang menimbulkan peluang riba dimana para bangsawan Romawi tergiur dan akhirnya juga berupaya mendapatkan penghasilan dari riba.


Pada masa Romawi, sekitar abad V SM hingga IV M terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya mengambil bunga selama tingkat bunga tersebut sesuai dengan ‘tingkat maksimal yang dibenarkan hukum’ (maximum legal rate). Nilai suku bunga ini berubah-ubah sesuai dengan berubahnya waktu. Meskipun undang-undang membenarkan pengambilan bunga, tetapi pengambilannya tidak dibenarkan dengan cara bunga-berbunga (double countable).

-HINDU-BUDHA-
Praktek riba (rente) dalam agama Hindu dan Budha dapat kita temukan dalam naskah kuno India. Teks - teks Veda India kuno (2.000-1.400 SM) mengkisahkan “lintah darat” (kusidin) disebutkan sebagai pemberi pinjaman dengan bunga. Atau dalam dalam teks Sutra (700-100 SM) dan Jataka Buddha (600-400 SM) menggambarkan situasi sentimen yang menghina riba.
Di India Kuno hukum yang berdasarkan Weda, kitab suci tertua agama Hindu, mengutuk riba sebagai sebuah dosa besar dan melarang operasi bunga (Gopal, 1935: Rangaswani, 1927). Vasishtha, pembuat hukum Hindu yang terkenal sepanjang waktu, membuat hukum khusus melarang kasta yang lebih tinggi (Brahmana dan Ksatria), menjadi rentenir atau pemberi pinjaman dengan bunga tinggi (Visser dan Mcintosh, 1998). Juga, dalam Jataka, riba disebut sebagai “hypocritical ascetics are accused of practising it”.


Pada abad kedua, riba telah menjadi istilah yang lebih relatif, seperti yang tersirat dalam hukum Manu, “ditetapkan bunga melampaui tingkat hukum yang berlaku.

Di antara rujukan terkenal yang paling kuno tentang usury (riba) ditemukan dalam munuskrip agama India Kuno dan Jain (1929) menyajikan ringkasan dengan sangat baik tentang riba tersebut dalam karyanya pada Indigenous Banking in India. Dokumen yang paling awal berasal dari teks Vedic India Kuno (2000-1.400 SM), yang mana usurer (kusidin) disebut beberapa kali dan diinterpretasikan sebagai setiap orang meminjamkan dengan memungut bunga. Rujukan yang lebih sering dan rinci   tentang pembayaran dengan bunga ditemukan kemudian dalam teks Sutra (700-100 SM) dalam Jakatas (600-400 SB) (Visser dan Mcintosh, 1998) (sumber: Suyanto,M., 2009). 

Ringkasan sloka dari I Nyoman DJ
Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang dibenarkan dalan Hindu sepanjang sebagai usaha produktif yang saling menguntungkan.
Mengambil 8 per 100 sampai dengan 2 per seratus adalah tidak menimbulkan dosa/Kharma buruk jika diambil dari uang yang sudah berkembang untuk kebaikan atau menguntungkan dan telah menimbulkan "Punia".
Mengambil bunga uang tidak menimbulkan dosa/Kharma buruk jika diambil dari uang telah berkembang demi kebaikan.
Membungakan uang dari pinjaman yang diberikan pada orang yang ditimpa kesusahan adalah dosa besar/Kharma sangat buruk, selain itu meminjamkan uang untuk sekedar mendapatkan bunganya tanpa mempertimbangkan tujuan orang yang meminjam juga menimbulkan dosa, karena bisa saja uang tersebut digunakan untuk tujuan yang bertentangan dengan "Dharma" (Kebaikan).



Minggu, 10 Februari 2013

PUMP & DUMP – BAHAYA YANG MENGINTAI SANG PEMBURU INDIKATOR


Lelucon Musim Dingin dan Orang Indian.

Seorang kepala suku Indian memandangi kemah-kemah sukunya yang berjajar rapi. Kemah-kemah itu bisa dipenati tangisan lagi, jika musim dingin sedingin musim lalu.  Musim dingin lalu memang lebih dingin daripada yang mereka bayangkan, sehingga kayu bakar persediaan mereka lebih cepat habis. Akhirnya mereka harus bertahan berhari-hari dengan penghangat yang sangat minim. 

Dengan sembunyi-sembunyi, sang kepala suku menelpon badan meteorologi untuk menanyakan prakiraan cuaca di musim dingin mendatang. Kali ini ia mencoba percaya pada teknologi, karena roh leluhur gagal melindungi mereka. Badan meteorologi mengatakan bahwa musim dingin nanti akan seperti biasanya, tidak ada yang  luar biasa.  Sebenarnya kabar itu melegakan hati sang kepala suku,  namun ia tidak mau mengambil resiko. Lalu ia suku menganjurkan agar tiap kepala keluarga mengumpulkan ranting sedari sekarang sebagai simpanan di musim dingin.

Sebulan menjelang musim dingin, kepala suku bertanya lagi pada badan meteorologi untuk memastikan. Namun kali ini badan meteorogi menganulir pernyataannya dulu. Ia mengatakan bahwa ada dugaan musim dingin ini akan lebih dingin dari biasanya. Mendengar hal itu kepala suku menyuruh sukunya untuk mencari kayu lebih banyak lagi. Hari-hari di perkampungan India menjadi lebih hiruk pikuk mempersiapkan musim dingin kali ini, yang konon lebih dingin.

Saat kepala suku mengerahkan sukunya, badan meteorologi memberi kabar yang mengagetkan. Katanya, musim dingin ini benar-benar luar biasa dahsyat. Dengan tergopoh-gopoh sang kepala suku  segera menyiapkan jerami-jerami hangat yang lebih tebal untuk dijadikan selimut di musim dingin.
Sementara itu di badan meteorologi, kekacauan juga terjadi. Data yang mereka miliki tidak memberikan indikasi yang signifikan bagi terjadinya musim dingin yang dahsyat. Seorang staf  bertanya pada pimpinannya dengan nada kekaguman, “ indikator apa yang membuat Bapak yakin bahwa musim dingin kali ini akan luar biasa dahsyatnya?”

 “Musim dingin yang akan datang pasti sangat buruk. Mungkin terburuk yang pernah ada. Lihat saja, orang-orang Indian mengumpulkan kayu bakar seperti kesetanan!!!”

**Ternyata badan meteorologi selama ini menggunakan aktifitas orang Indian mengumpulkan kayu untuk meramalkan parah-tidaknya musim dingin. Orang Indian mengandalkan intuisi, pengalaman dan berita-berita dari roh leluhurnya. Badan meteorogi mengandalkan tingkah laku Orang Indian sebagai indikator prakiraannya. Lalu saat orang Indian berkaca pada prakiraan Badan Meteorologi, apa yang terjadi?

Inilah esensi dari istilah pump & dump yang biasa digunakan dalam kosakata bursa saham. Berita di pompa untuk menjadi besar, padahal tidak berisi dan pantas untuk dibuang.

Pump& Dumb”, colek para penghitung Nilai tambah Bruto ahhh..

Semoga Bermanfaat
Marisa Wajdi!!!

Jumat, 08 Februari 2013

Empat Sumber Kegagalan Perusahaan dalam Melakukan Perubahan


Perubahan bukanlah hal yang mudah dilakukan. Hasil sebuah riset menunjukkan bahwa hampir 50 % perusahaan/institusi yang melakukan perubahan mengalami kegagalan.  Hammer dalam papernya yang berjudul: “ Reengineering Work; Don’t Automate Obligarate, menyebutkan empat hal penyebab kegagalan tersebut.

Empat hal yang menjadi sumber kegagalan tersebut adalah:

1.     Resistance to Change

Menolak untuk berubah. Memangnya ada orang yang tidak mau berubah? Wah ada, banyak malah. Apalagi mereka yang sudah berada di zona nyaman. Sebaliknya, mereka yang merasa tidak nyaman cenderung akan menuntut agar perubahan cepat terlaksana. Ini bisa menjadi conflict of interest¸ yang bisa menjadi duri dalam daging bagi perubahan.

     2.   Lack Management Commitment

Perubahan akan berjalan dengan baik jika semua lapisan melakukan perannya masing-masing. Demi keberhasilan perubahan, komitmen manajemen harus solid. Manajemen yang baik akan mampu mensinergikan semua aspek. Perubahan yang terjadi di tiap aspek bisa berpotensi untuk menimbulkan masalah. Bila terjadi lack of management, maka masalah yang timbul sulit untuk diselesaikan dan menjadi pemicu bagi masalah-masalah yang lainnya.

3.   Lack of Capability Information System

Di zaman yang sudah maju ini penguasaan teknologi menjadi suatu yang niscaya. Kemampuan para pemimpin terhadap penguasaan teknologi bukan lagi: “sebaiknya” tapi ‘harus’. Pada era perubahan seperti ini sudah tidak layak menjadikan ‘bawahan’ menjadi ‘pelayan’ bagi pimpinan. Tapi pemimpin justru menjadi fasilitastor bagi para bawahannya agar tetap berada di trek organisasi dan menghasilkan outcome sesuai dengan yang diharapkan.

4.   Lack of Breath and Depth Analysis of Critical Factors

Kemampuan untuk mengenali kendala yang dihadapi dalam mencapai sasaran sangat penting. Upaya monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan secara simultan. Dibekali kemampuan teknis dan manajemen yang baik seorang pemimpin akan mampu membawa lembaga ke arah perubahan yang lebih baik.


Nah, apakah perubahan yang kita lakukan sudah dalam ‘jalan yang benar’?
Mungkin empat point di atas bisa menjadi bahan dalam evaluasi agenda perubahan kita hari ini.
Salam perubahan!

Marisa Wajdi!!!
gambar diambil disini

Minggu, 27 Januari 2013

Teka-teki dari Westminster Abbey



Sebuah pepatah bagus yang juga ‘jorok’ berbunyi:  “ ambilah apa yang baik, meskipun itu keluar dari pantat ayam”.
Pepatah ini  menunjukkan bahwa, tidak penting dari mana itu berasal, tidak penting bagaimana itu bentuknya, tidak penting bagaimana caranya, yang penting adalah pesan yang terkandung didalamnya.

Dalam sebuah audiobook seorang konsultan pendidikan, pertama kalinya saya mengetahui tentang puisi ini. Dengan segala keingintahuan, saya berusaha mencari informasi lebih banyak. Sayangnya saya tidak berhasil menemukan ekstension dari informasi sebelumnya. Masih ada beberapa pertanyaan saya yang belum terjawab.

Tanggal 29 April 2012 lalu, dunia dihebohkan dengan pernikahan akbar kerajaan Inggris. Saya tidak akan membahas tentang pernikahan Pangeran William dan Kate Midleton tersebut (karena hanya membuat saya merasa patah hati, hehe..). Saya lebih tertarik pada tempat pernikahan itu berlangsung, yaitu Gereja Katedral Westminster Abbey.

Setahu saya Westminster Abbey adalah nama sebuah bangunan yang dinobatkan UNESCO sebagai warisan dunia. Di dalam gereja tersebut terdapat makam para raja-raja Inggris dan orang-orang terkemuka di Inggris seperti  Isaac Newton, Charles Darwin , Charles Dickens dan lain-lain.  Jadi, saya cukup surprise saat mendengar bahwa ada puisi yang ditulis di nisan Westminster Abbey. 
Inilah dia Puisi yang indah yang membuat saya keleyengan:

Hasrat untuk Berubah

Ketika aku masih muda, dan bebas berkhayal,
Aku bermimpi ingin mengubah dunia.
Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku,
Kuidapati bahwa dunia tak kunjung berubah.
Maka cita-cita itu pun agak kupersempit,
Lalu kuputuskan hanya untuk mengubah negeriku.
Namun, tampaknya hasrat itu pun tiada hasil.
Tatkala usiaku makin senja,
dengan semangatku yang masih tersisa,
kuputuskan untuk mengubah keluargaku,
orang-orang yang paling dekat denganku.
Kini, sementara aku berbaring menunggu ajal menjelang.
Tiba-tiba aku sadari:
Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
maka dengan menjadikan diriku sebagai teladan,
mungkin aku bisa mengubah keluargaku.
Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka,
Bisa jadi aku pun bisa memperbaiki negeriku.
Kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia.
(ditulis pada 1100 Masehi)

Dari beberapa data yang tersedia, ternyata saya tidak berhasil menemukan  manusia hebat bernama Westminster Abbey. Bahkan dalam sebuah blog yang juga  menampilkan puisi ini,  tersirat bahwa puisi ini bukan ditulis diatas nisan Westminster Abbey, tapi di sebuah nisan yang berada di Westminster Abbey. Kalau Anda memahami Bahasa Indonesia, maka Anda akan merasakan perbedaan makna antara kedua frase tersebut.

Tapi kembali lagi pada apa yang saya butuhkan sekarang: kenapa atau apa. Dan sementara ini , saya rasa cukup “apa”.

Apa pesan dari puisi ini.

PS:

 Masih berharap menemukanjawaban, kenapa puisi ini dibuat.

Sabtu, 19 Januari 2013

Apa yang Kita Kira Baik Buat Kita, Belum Tentu Hal Terbaik yang Bisa Kita Dapatkan


Kisah seorang yang ditolak bekerja di Microsoft.

Suatu hari seorang pemuda melakukan wawancara di perusahaan Microsoft. Ia berhasil menunjukkan kecakapan kerjanya di depan para pengetesnya .

 “Ok kalau begitu saya akan memasukkan Anda ke dalam data base kami dan bisa mulai kerja secepatnya. Bisa tolong berikan saya alamat e-mail Anda?”

“Saya tidak punya komputer Pak, apalagi e-mail.”

HRD menarik nafasnya lemas. “Bagaimana mungkin Anda melamar ke perusahaan komputer, sementara Anda tidak mempunyai e-mail. Maaf, Anda tidak bisa kami terima.”

Pemuda itu pun keluar dengan langkah gontai. Uang yang disakunya hanya $ 10, tidak akan cukup untuk hidup sampai dia menemukan pekerjaan lainnya. Lalu ia menggunakan uangnya itu untuk membeli 10 kg tomat. Tomat itu ia jajakan dengan cara berkeliling. Dalam dua jam dagangannya habis dan dia berhasil melipatgandakan uangnya. Lalu dia membeli tomat lagi-menjualnya lagi, sampai 3 kali. Kali ini ia bisa pulang dengan membawa uang sebanyak $ 60. Keesokan harinya ia mengulangi lagi berjualan tomat. Terus begitu sampai dia mampu membeli mobil, lalu membeli truk, lalu berhasil membangun bisnis retail yang besar.

5 tahun kemudian , di saat ekonominya semakin mapan, ia memutuskan untuk memiliki asuransi jiwa. Ia memilih agen asuransi jiwa yang terbaik menurutnya. Setelah menyelesaikan segala sesuatunya, si agen bertanya, “boleh saya minta alamat e-mail Anda, Pak?”  
“Saya tidak punya e-mail?”

Agen itu mengerutkan keningnya, “tanpa memiliki e-mail Anda mampu membangun  perusahaan retail yang begitu besar. Dapatkan Anda bayangkan apa yang terjadi jika  Anda memiliki e-mail?”

Pria itu berpikir sejenak, sesungging senyum tersirat di ujung mulutnya. “Saya mungkin masih menjadi office boy di Microsoft.”


“Kita berjuang lebih keras untuk menjadi karyawan rendahan di suatu perusahaan bergengsi
Tapi
Kehilangan tenaga, akal dan pikiran untuk menjadi orang nomor satu di perusahaan kita sendiri.”
Me