Dalam perjanjian
baru Injil Lukas ayat 34:l “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu
harapkan imbalannya, maka di mana sebenarnya kehormatanmu, tetapi berbuatlah
kebaikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya, karena
pahala kamu akan sangat banyak.”
Larangan praktek bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam
bentuk undang-undang (Canon):
- Council of Elvira (Spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga. Barangsiapa yang melanggar, maka pangkatnya akan diturunkan.
- Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktekkan pengambilan bunga.
- First Council of Nicaea (tahun 325) mengeluarkan Canon 17 yang mengancam akan memecat para pekerja gereja yang mempraktekkan bunga.
- Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad).
Sejarah Riba dalam Nasrani:
Pandangan Para Pendeta Awal Kristen (Abad I - XII)
Pada masa ini, umumnya pengambilan bunga dilarang. Gereja Katolik Roma sejak
abad ke-4 melarang pengambilan bunga oleh para kleru. Larangan ini diperluas
bagi kaum awam pada abad ke-5. Pada abad ke-8, Gereja Katolik menyatakan riba
menjadi tindak pidana umum. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang
juga diimani oleh orang Kristen. St.
Basil (329 - 379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai
orang yang tidak berperi-kemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah mengambil
keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga mengumpulkan emas dan kekayaan
dari air mata dan kesusahan orang miskin.
St.
Gregory dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena
menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal kontrak seperti
membantu tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan bunga bertindak sangat
kejam. St.
John Chrysostom (344 - 407) berpendapat bahwa larangan yang
terdapat dalam Perjanjian Lama yang ditujukan bagi orang-orang Yahudi juga
berlaku bagi penganut Perjanjian Baru. St.
Ambrose mengecam pemakan bunga sebagai penipu dan pembelit
(rentenir). St.
Augustine berpendapat pemberlakuan bunga pada orang miskin
lebih kejam dibandingkan dengan perampok yang merampok orang kaya. Karena
dua-duanya sama-sama merampok, satu terhadap orang kaya dan lainnya terhadap
orang miskin. St.
Anselm dari Centerbury (1033 - 1109) menganggap bunga sama
dengan perampokan.
Pandangan Para Pendeta awal Kristen dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan
yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan. Mengambil bunga adalah suatu dosa
yang dilarang, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Keinginan atau niat untuk
mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya. Harga barang yang ditinggikan untuk
penjualan secara kredit juga merupakan bunga yang terselubung.
Pandangan Para Sarjana Kristen (Abad XII - XVI)
Namun, pada akhir abad 13
muncul aliran-aliran baru yang berusaha menghilangkan pengaruh
gereja yang mereka anggap kolot, sehingga peminjaman dengan bunga berkembang
luas dan pengharaman bunga dari pihak gereja pun makin kabur. Sejak itu praktek
bunga merajalela dan dianggap sah di Eropa.
Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat
di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit
menjadi unsur yang penting dalam masyarakat. Pinjaman untuk memberi modal kerja
kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Pasar uang
perlahan-lahan mulai terbentuk. Proses tersebut mendorong terwujudnya suku
bunga pasar secara meluas. Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja
membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada
ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya
dengan aspek-aspek lain. Di antaranya, menyangkut jenis dan bentuk
undang-undang, hak seseorang terhadap harta, ciri-ciri dan makna keadilan,
bentuk-bentuk keuntungan, niat dan perbuatan manusia, serta per-bedaan antara
dosa individu dan kelompok.
Mereka dianggap telah melakukan terobosan baru
sehubungan dengan pendefinisian bunga. Dari hasil bahasan mereka untuk tujuan
memperhalus dan melegitimasi hukum, bunga dibedakan menjadi interest dan usury.
Menurut mereka, interest adalah bunga yang diperbolehkan, sedangkan usury
adalah bunga yang berlebihan. Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan
kontribusi pendapat yang sangat besar sehubungan dengan bunga ini adalah Robert
of Courcon(1152-1218), William
of Auxxerre (1160-1220), St. Raymond of Pennaforte (1180-1278), St.
Bonaventure (1221-1274), dan St. Thomas Aquinas (1225-1274).
Kesimpulan hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan
dengan bunga adalah sebagai berikut : Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan pinjaman
adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan. Mengambil
bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung dari
niat si pemberi hutang.
Namun semua itu diimbangi dengan gerakan anti-riba terus
mendapatkan tempat selama awal Abad Pertengahan. Puncaknya, pada tahun 1311,
Paus Clement V membuat larangan riba dan menyatakan bahwa semua undang-undang
yang mendukung, batal demi hukum.
Pandangan Para Reformis Kristen (Abad XVI - Tahun 1836)
Pendapat para reformis telah mengubah dan membentuk
pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles
du Moulin (1500 - 1566), Claude
Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560),
dan Zwingli (1484-1531).
Beberapa pendapat Calvin sehubungan dengan bunga antara
lain:
·
Dosa apabila bunga memberatkan.
·
Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
·
Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
·
Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
Du
Moulin mendesak agar pengambilan bunga yang sederhana
diperbolehkan asalkan bunga tersebut digunakan untuk kepentingan produktif. Saumise,
seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia
berasal dari orang miskin. Menurutnya, menjual uang dengan uang adalah seperti
perdagangan biasa, maka tidak ada alasan untuk melarang orang yang akan
menggunakan uangnya untuk membuat uang. Menurutnya pula, agama tidak perlu
repot-repot mencampuri urusan yang berhubungan dengan bunga.
Pandangan Gereja Katolik
Menurut Gereja katolik pandangan mengenai Riba
tidaklah berubah dengan pendapat para pendiri gereja seperti St.Gregorius dan St.
John Chrysostom. tetapi prinsip dari riba(bunga) itulah yang
berubah, karena bila zaman dahulu uang tidak bisa memberikan hasil kalau tidak
dijalankan seperti yang disebutkan oleh kitab matius 27:27 menyatakan:
"Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”
"Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya.”
Namun, pada zaman sekarang, uang dapat memberikan
hasil, karena uang dapat dibungakan atau di investasikan.Dengan demikian,
meminjamkan uang dengan “bunga yang pantas” bukanlah tindakan yang tidak adil.
Namun, kalau memberikan pinjaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah
dianggap berdosa karena melawan keadilan.
Namun,prinsip ini pun harus di laksanakan dengan
bijaksana.Misal,seseorang mempunyai uang 1 miliar dan seseorang meminjam dari
orang tersebut 1 juta rupiah, maka janganlah menarik bunga, apalagi kalau orang
yang meminjam benar-benar miskin. Bahkan kalau perlu,pemilik uang itu harus
memberikannya dengan rela. Namun bila berada dalam situasi bisnis, maka adalah
pantas, kalau menarik bunga dari pinjaman yang diberikan sebab sudah adanya
persetujuan dari kedua pihak mengenai akan adanya bunga dari pinjaman tersebut.
Seperti yang dilalukan oleh pihak perbankan dan nasabahnya.
Pada tahun 1891, Paus Leo
XIII dalam “Rerum Novarum“, riba dikatakan sebagai kerakusan. Walau
sering dikutuk Gereja, praktek ini masih sering terjadi. Bahkan pada tahun
1989, Paus Yohanes Paulus II dalam Sollicitude Rei Socialis secara
eksplisit menuduh praktek riba sebagai penyebab krisis dunia ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha