Rabu, 05 Agustus 2015

Paradigma dan Filosofi Perbankan Syariah

Paradigma Perbankan Syariah

Perbankan syariah merupakan bagian dari ekonomi syariah, dimana ekonomi syariah merupakan bagian dari muamalat (hubungan antara manusia dengan manusia). Oleh karena itu, perbankan syariah tidak bisa dilepaskan dari al Qur`an dan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam. Perbankan syariah tidak dapat dilepaskan dari paradigma ekonomi syariah. Adapun paradigma ekonomi syariah yang dimaksud adalah:


1. Tauhid.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (51:56).

Misi utama manusia diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk menghambakan diri kepada Allah SWT: Hal ini adalah implementasi tauhid seorang hamba kepada Pencipta-Nya. Dasar ketauhidan ini menjuruskan manusia untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan perintah Allah sesuai dengan petunjuk-Nya, yaitu Al Qur’an dan As-Sunnah.

2.  Allah SWT sebagai pemilik harta yang hakiki.

” Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi…” (2:284).

Prinsip ekonomi syariah memandang Allah SWT sebagai pemilik hakiki dari harta. Manusia hanya mendapatkan titipan harta dari-Nya, sehingga cara mendapatkan dan membelanjakan harta juga harus sesuai dengan aturan Allah SWT.

3. Visi global dan jangka panjang.

”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (28: 77).

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (23:107).

Dalam dimensi waktu, ekonomi syariah mempertimbangkan dampak jangka panjang, bahkan hingga kehidupan setelah dunia (akhirat). Sedangkan dalam dimensi wilayah, manfaat dari ekonomi syariah harus dirasakan bukan hanya oleh manusia, melainkan juga alam semesta.

4. Keadilan.
”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (4: 48).
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Bahkan, kebencian seseorang terhadap suatu kaum tidak boleh dibiarkan sehingga menjadikan orang tersebut menjadi tidak adil.
”Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (5:8).

5. Akhlaq mulia.
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR. Malik).
Islam menganjurkan penerapan akhlaq mulia bagi setiap manusia. Termasuk saat mereka beraktivitas dalam ekonomi.

6. Persaudaraan.

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara..” (49:10).

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (49:13).

Islam memandang bahwa setiap orang beriman adalah bersaudara. Konsep persaudaraan mengajarkan agar orang beriman bersikap egaliter, peduli terhadap sesama dan saling tolong menolong. Islam juga mengajarkan agar perbedaan suku dan bangsa bukanlah untuk dijadikan sebagai pertentangan, melainkan sebagai sarana untuk saling mengenal dan memahami.

Filosofi Perbankan Syariah

Dalam tulisannya yang dipublikasikan di Surat Kabar Republika, Rabu, 6 Maret 2013, Drs Syafaruddin Alwi, MS. (Pengawas Manajemen BMT Beringharjo) menyatakan bahwa filosofi perbankan syariah pada dasarnya diturunkan dari filosofi keuangan Islam.

Pemahaman akan filosofi perbankan syariah sangat perlu digalakkan mengingat adanya kecenderungan persepsi yang inherent (melekat) pada sebagian masyarakat bahwa perbedaan perbankan syariah  dengan bank konvensional hanya terletak pada bunga saja. Dimana dalam Islam  konsep bunga adalah riba yang hukumnya haram (ingin tahu lebih banyak tentang riba menurut beberapa agama? Sila lihat disini). Persepsi tersebut tidak sepenuhnya salah, hanya saja kurang komprehensif. Sebenarnya perbedaan fundamental antara keduanya terletak pada filosofi yang mendasari keputusan manajemen dan filosofi bisnisnya.

Filosofi bisnis ini mencakup area yang luas dan meliputi berbagai isu seperti: keyakinan, praktik, dan pedoman operasional bisnis. Perbankan konvensional pada dasarnya bertumpu ada prinsip ekonomi belaka, yaitu meletakkan keuntungan maksimal sebagai motif utama bisnisnya.  Sementara prinsip bisnis dalam Islam meletakkan tujuan dalam dua sisi yaitu faktor religius dan juga faktor keuntungan di mana elemen moral menjadi platform bisnisnya yang terpusat pada prinsip keadilan dan keseimbangan.

Khan (1983), menyatakan bahwa tujuan dari bank Islam adalah mengembangkan, memelihara dan meningkatkan penggunaan prinsip-prinsip Islam, hukum dan tradisi dalam semua transaksi, keuangan, bisnis dan kegiatan bisnis lainnya. Sejalan dengan pendapat Khan, Ali (1988) menyatakan bahwa sistem keuangan Islam tidak hanya dikenalkan sebagai anti riba, melainkan juga didifusikan ke dalam prinsip-prinsip keadilan sosial dan regulasi, rules, prosedur, dan instrument-instrumen lain guna mendukung implementasi prinsip keadilan, keseimbangan, dan kejujuran dalam transaksi bisnis.

Ekonomi Islam merupakan refleksi relijius. Khaf (1989) mengemukakan bahwa sistem ekonomi Islam harus dikembangkan berdasarkan suatu ideologi yang menjelasan sistem dengan dua komponen yaitu: fondasi dan tujuan, prinsip dan konsep. Dengan landasan pemikiran filosofis seperti itu, maka perbankan syariah memiliki “warna” yang lebih jelas berbeda dengan perbankan konvensional terutama dalam pengambilan keputusan manjemen operasional perbankan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha