Kamis, 06 Agustus 2015

Apakah Investasi Bank Syariah Benar-benar Syar'i?

Apakah anda ingin tahu kemana bank syariah menginvestasikan dana nasabahnya?. Ikuti artikel dibawah ini.

Investasi Syariah
Ada beberapa kalangan yang menyangsikan kinerja perbankan syariah. Bahkan tidak sedikit nasabah bank syariah yang tidak percaya bahwa bank syariah benar-benar syar’i. Hal ini disebabkan investasi yang dilakukan oleh bank syariah tidak tidak terlihat “berbeda’ dibandingkan dengan bank konvensional. Sehingga mereka mengira bahwa perbedaan bank syariah dengan bank konvensional hanya ada pada tataran formalitas dan istilah saja.
(disini Anda bisa membaca uraian lebih gamblang tentang perbedaan bank konvensional dengan bank syariah). Salah satu contoh dalam praktek investasi bank kita bisa melihat bahwa bank konvensioanla masih berinvestasi dengan motivasi keuntungan maksimal. Dengan demikian sangat mungkin bank konvensional berinvestasi pada perusahaan yang bergerak dalam bidang: Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif beserta derivatifnya; Makanan haram dan derivatifnya; Pornografi dan seni mempamerkan keindahan tubuh wanita; Prostitusi; Perjudian; Perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya dan memberikan serta memperoleh keuntungan melalui bunga (interest); Industri senjata, dsb. Terbukti bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) memperdagangkan perusahaan publik yang bergerak dalam bidang minuman keras dan pembungaan uang, dimana makanan haram dan perjudian biasanya tidak menjadi core business mereka. Walau BEI pun menerapkan aturan tertentu untuk perusahaan publik tersebut yaitu tidak memperkenankan operasionalisasi perusahaan publik dengan praktik-praktik penipuan, penimbunan barang (ihtikar), permainan harga (najasy), monopoli dan oligopoli yang bersifat kartel.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa transaksi jual beli surat berharga sebagai instrumen investasi sesuai atau tidak sesuainya dengan syariah menyangkut tiga hal yang menjadi kriteria di pasar modal syariah yakni:
1. Investasi dengan cara tradingnya yang di antaranya tidak dengan cara spekulasi.
2. Investasi yang tidak sesuai syariah dari segi struktur instrumennya,
3. Investasi yang tidak sesuai syariah dari segi asset/operasional emiten yang bersangkutan.

Berikut ini adalah beberapa pengertian yang terkait dengan pasar modal syariah, diantaranya:
  •  Surat Berharga Syariah atau Efek Syariah adalah saham perusahaan yang dikategorikan syariah (JII), obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip Syariah;
  • Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Asset (KIK EBA Syariah) adalah kontrak dan strukturnya sesuai dengan prinsip syariah.
  • Portofolio Efek Syariah adalah kumpulan Efek Syariah yang dimiliki oleh Pihak Investor;
  • Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syari’ah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (sahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi;
  • Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek;
  • Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif.

Kriteria Emiten Surat Berharga Syariah:
1.    Jenis usaha, produk dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
2.       Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah antara lain adalah :
  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
  • Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
  • Emiten Efek Syariah wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
  •  

Kriteria Surat Berharga Syariah
Efek Syariah adalah surat berharga yang akad maupun cara penerbitannya tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.

Jenis Surat Berharga Syariah
  1. Saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah;
  2. Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo;
  3. Unit Penyertaan KIK Reksa Dana Syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah;
  4. Efek Beragun Aset Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh KIK EBA Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul dikemudian hari, jual-beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;
  5. Surat Berharga Komersial Syariah adalah Surat Pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.


Transaksi Surat Berharga Syariah yang Dilarang:
Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi gambling (maysir) yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, maysir, dan zhulm.
Tindakan yang dimaksud di atas meliputi:
  1. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
  2.  Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling);
  3.  Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang;
  4. Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang;
  5. Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi, tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.
  6. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut;
  7. Ihtikar (penumpukan/penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi pihak lain


Penentuan Harga Pasar Wajar
Harga pasar wajar dari Efek Syariah seharusnya mencerminkan nilai valuasi kondisi yang sesungguhnya dari aset yang menjadi dasar penerbitan efek tersebut sesuai dengan mekanisme pasar yang tidak direkayasa. Bila sulit untuk ditentukan, maka dalam hal efek syariah tersebut diperdagangkan melalui bursa dapat menggunakan harga rata-rata tertimbang dari transaksi pada hari bursa yang terakhir sebagai rujukan.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha