PENGARUH KRISIS GLOBAL BAGI
INDONESIA
Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat sejak
2008 tidak hanya berdampak pada minusnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat saja, namun juga perlambatan pertumbuhan ekonomi negara lain. Krisis Amerika Serikat dengan segera bertransformasi menjadi krisis
global, memberi efek domino pada
negara lain
di dunia.
Globalisasi
krisis Amerika Serikat dengan cepat menyelimuti dunai karena Amerika Aerikat merupakan hegemoni ekonomi dunia. Apalagi
Amerika Serikat memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan negara-negara maju (negara-negara sekutu Amerika Serikat di Eropa).
Asia termasuk Indonesia juga ternyata terkena imbas dari krisis ini. Berikut ini adalah
dampak yang krisis global bagi Indonesia:
1.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Krisis global yang terjadi di Amerika Serikat membuat
investor kehilangan rasa aman. Untuk menghindari kerugian, investor melepas saham di bursa secara
bersamaan dan mengkonversi dananya ke dalam US$.
2.
Kebijakan
Bank Indonesia (BI) membatasi pembelian valas.
Sementara
itu bank sentral Indonesia, Bank Indonesia
(BI) memberlakukan aturan baru: mengenai
harus adanya tujuan yang jelas untuk
pembelian valas di atas US$100.000. Aturan BI ini direspon beragam oleh masyarakat luas.
Kebijakan ini malah diartikan sebagai gambaran kerapuhan Rupiah (IDR). Masyarakat
yang memegang US$ enggan mengkonversinya menjadi rupaih, karena takut IDR
semakin melemah. Akibatnya pasokan US$ di pasar semakin terbatas sementara permintaan semakin
tinggi. Hal tersebut memacu lemahnya nilai jual rupiah terhadap mata uang
asing, salah satunya USD dan JPY (Yen).
3. Labilnya pergerakan indeks saham yang cenderung menurun
di Bursa Efek Indonesia yang berdampak pada sepinya Bursa Efek Indonesia (BEI). [1]
IHSG (Indeks Hasil Saham Gabungan) anjlok hingga 51,04 persen sejak Januari 2008 hingga
akhir Oktober 2008.
Kondisi pasar tidak memberikan indikasi positif bagi Investor yang yang telah mencabut investasinya untuk
kembali menanamkan modalnya.
Padahal,
dari kalangan pengamat pasar, salah satunya Felix Sinhunata, keadaan
fundamental perekonomian Indonesia dan emiten di Bursa Efek Indonesia sebetulnya
tergolong stabil. Bahkan banyak emiten Indonesia yang menunjukkan kinerja operasional dan keuangan yang meningkat. Namun faktor eksternal berupa krisis global tidak mampu memperbaiki sentimen pasar yang negatif.
4.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan beberapa pihak
terkait seperti Menteri Koordiantor Perekonomian dan Gubernur Bank Indonesia
mengeluarkan sepuluh langkah pemerintah menghadapi krisis, yaitu:
1)
[2]Menjaga kesinambungan neraca pembayaran dengan mewajibkan
semua BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menempatkan semua valuta asingnya di Bank
dalam negeri dalam satu kiring house.
2)
Menjaga kesinambungan neraca pembayaran
dan mempercepat pembangunan infrastruktur dengan kebijakan mempercepat
pembangunan proyek-proyek yang sudah mendapat komitmen pembiayaan baik
bilateral maupun multilateral.
3)
Menjaga kestabilan likuiditas dan
mencegah terjadinya perang harga. Menginstruksikan BUMN untuk tidak melakukan
pemindahan dana dari bank ke bank.
4)
Menjaga kepercayaan pelaku pasar
terhadap SUN dengan melakukan stabilisasi pasar SUN. BUMN dilarang melakukan
pembelian SUN di pasar sekunder.
5)
Memanfaatkan hubungan bilateral swap arrangament dari Bank Jepang, Bank
Cina, dan Bank Korea apabila diperlukan.
6)
Menjaga kelangsungan ekspor dengan
memberikan garansi terhadap resiko pembayaran bagi pembeli.
7)
Menjaga sektor rill dengan mengurangi
pungutan ekspor menjadi nol persen.
8)
Menjaga keseimbangan fiskal 2009.
9)
Mencegah impor ilegal.
10)
Meningkatkan pengawasan barang beredar.
5.
Memberikan
rasa aman pada nasabah bank: Pemerintah melalui
Bank Indoensia mengambil alih kepemilikan Bank Century yang kekurangan modal
akibat krisis global.
Kemampuan
pasar internasional untuk menyerap ekspor Indonesia melemah, karena kebanyakan negara pengekspor
terhantam dampak krisis. Jadi perusahaan yang berbasis ekspor justru merupakan
perusahaan yang paling merasakan dampak dari krisis global ini.
Karena ggaal
ekspor, perusahaanpun mengalami kerugiandan harus merumahkan para buruhnya.
Kompas melaporkan, setidaknya 7000 buruh tekstil di Surabaya di rumahkan. Demikian pula di Bandung, menurut Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, sebagian besar pabrik tekstil di Bandung kini telah
merumahkan masing-masing sekitar 30 sampai 100 orang buruh nya. Belum lagi
di Semarang, 1.400 buruh juga dirumahkan. Ada juga rencana pengajuan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 12.600 pekerja di bidang manufaktur kepada
pemerintah.
7.
Perusahaan
yang menggunakan bahan baku impor mengalami kerugian akibat melemahnya rupiah
dan pengawasan yang semskin ketat.
Sekitar 600 restoran asing mengaku mengalami
kesulitan mendapatkan bahan baku. Kurs yang melemah terhadap US$ membuat biaya
produksi semakin tinggi. Hal ini
memperngaruhi permintaan dan menawaran produksi barang dan jasa di Indonesia.
Bila terjadi secara serentak, tidak mustahil pertumbuhan ekonomi Indonesia akan
melemah pula.
8.
Membengkaknya
utang luar negeri
karena melemahnya kurs terhadap US$.
9.
Kesulitan mendanai pembangunan dari pasar ekuiditas dan
kredit internasional.
Krisis global mengalihkan perhatian dunia dari negara bekembang pada usaha penyelamatan ekonomi dunia. Kondisi perekonomian Indonesia saat ini hanya
meletakkan Indonesia sebagai ‘negara aktor’ tapi ‘negara korban’. Pada Kompas edisi
Kamis, 20 November 2008 mencatat bahwa Indonesia merupakan korban tidak
bersalah di urutan nomor satu dan meminta pada dunia untuk diprioritaskan.
Memang sudah sepantasnya permintaan itu diserukan
Indonesia, karena seharusnya usaha penyelamatan ekonomi dunia khususnya Amerika
Serikat juga harus tetap memperdulikan perkembangan negara berkembang seperti
Indonesia yang sebenarnya tak ikut ambil bagian dalam penyebab terjadinya
krisis global.
Pertumbuhan
Indonesia tahun 2012 yang mampu tumbuh lebih dari 6 persen, menunjukkan bahwa
walau dirundung masalah Indonesia mampu tegar. Banyak yangmenduga pertumbuhan
ini ditopang darikekuatan domestik. Sayangnya, sebagai negara berkembang,
kekuatan domestik Indonesia sangat terbatar. Mudah-mudahan Pemerintah bisa
menemukan formula yang mujarab, sebelum masyarakat kehilangan daya beli-nya.
Sehingga kita tidak mengulang keslahan yang lama, meminta obat ekonomi pada ‘dokter
keuangan’ IMF. Mengingat IMF telah
meninggalkan jeratan hutang yang membelit
Indonesia. Pemerintah telah mengambil langkah yang
tepat dengan memperkuat hubungan bilateral dan multirateral. Sehingga melalui
hubungan itu kita tetap bisa mendapatkan kucuran dana yang sehat. Hal ini terlihat dari kepercayaan diri pemerintah dengan cara memperlihatkan sikap tenang pada
publik dalam menghadapi gejolak krisis dan selalu mengatakan
bahwa mereka optimis pengaruh krisis tidak akan terasa signifikan di Indonesia
melalui berbagai media, salah satunya melalui Kompas edisi 21 November 2008,
kompas mencatat bahwa [4]pemerintah
masih percaya diri di tengah gejolak krisis global yang sangat mempengaruhi nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS yang pada 20 Novemebr 2008 saja telah mencapai
Rp.12.230. nilai ini dicapai setelah beberapa kali pelemahan yang terjadi
terhadap rupiah sejak awal oktober Rp.9.555 menuju pertengahan Rp.11.743 hingga
akhir oktober Rp.12.230
Dengan segala upaya pemerintah itu,
tentu saja saya harus mengacungkan jempol sebagai apresiasi. Apalagi kalau
pemerintahdan semua unsurnya turut membantu. Para polisiti, stop mempolitisasi.
Para koruptor, stop korupsi. Kalau lagi krisis gini, mbok ya prihatin sik!
Singsingkan lengan baju menyelamatkan Indonesia!
Marisa
Wajdi!!!
[1] Kompas edisi Jumat, 24 Oktober 2008
(halaman 1, 15)
[3] Kompas edisi Kamis, 20 November 2008
(halaman 22)
[4] Kompas edisi Jumat, 21 November 2008 (halaman 1,15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha