Sabtu, 23 Februari 2013

Kaitan Great Depression dengan John Maynard Keynes dan Henry Ford


Anda mungkin tahu apa itu ‘Great Depression’, Keynesian dan Fordisme. Tapi mungkin tidak banyak dari Anda yangtahu apa hubungan diantara ketiganya.  Jika saya boleh memberi clue pada Anda, maka saya akan mengatakan: “masalah timbul untuk dijelaskan, namun ada solusi untuk memecahkan.”

Masalah: Great Depression’

 ‘Great Depression’ (depresi besar) adalah krisis yang terjadi di Amerika, Eropa dan berbagai negara lain yang terjadi pada periode 1929- 1934. Krisis ini adalah krisis yang membuat negara-negara besar  menjadi collapse. ‘Great Depression’mencapai klimaksnya pada peristiwa Black Tuesday.

Awal terjadinya depresi ini adalah karena beberapa negara Eropa dan Asia mengalami resesi yang pasti langsung berpengaruh pada pasar internasional secara keseluruhan, hal ini juga membuat para investor lebih memilih untuk menginvestasikan modal mereka di Amerika Serikat (Frieden, 2006: 174). Melemahnya pasar mempengaruhi harga berbagai komoditas. Misalnya, harga produk pertanian mengalami penurunan sebesar 52% dan produk logam serta bahan bangunan menurun 18% (Frieden, 2006: 175). Menghadapi kemerosotan ini, negara industri ternyata tidak banyak melakukan tindakan berarti. Hal ini tidak lain berangkat dari asumsi mereka bahwa jika upah buruh semakin murah, maka perusahaan akan memperkerjakan mereka; lalu berpengaruh pada harga barang terus menurun, sehingga konsumen mulai membelinya dan permintaan semakin meningkat dan akhirnya perekonomian pulih kembali (Frieden, 2006: 176). Mereka cenderung memilih untuk membiarkan kondisi tersebut karena beranggapan bahwa resesi ekonomi akan membaik dengan sendirinya dapat dikatakan recovery diserahkan pada pasar. Walau begitu, bukan berarti pemerintah tinggal diam begitu saja. Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, mengambil kebijakan yang biasa dilakukan ketika krisis ekonomi, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan likuidasionisme (Frieden, 2006: 176). Ditambah dengan pemerintah untuk melindungi produk pertanian mereka dari produk impor melalui bentuk proteksionisme Smoot-Hawley Tariff Act (Frieden, 2006: 177).

Kemerosotan ekonomi yang terjadi selama depresi besar ini mengganggu daur modal dan perbankan, sehingga terjadi deflasi dan resesi besar. Hingga akhir tahun 1929, 33 bank nasional di Amerika Serikat harus ditutup (Frieden, 2006: 182). Dampak laninya adalah penghentian penukaran mata uang dengan mata uang asing, juga dengan emas pada Juli 1930 (Frieden, 2006: 185).

Identifikasi Masalah: Keynesian

John Maynard Keynes (Frieden, 2006: 188-189) menyatakan bahwa ‘Great Depression’ terjadi karena kesalahan-kesalahan dalam kebijakan ekonomi.

Kesalahan-kesalahan itu menurut Keynes adalah:
1.       Pemerintah cenderung konservatif.
2.       Kesalahan penerapan kebijakan likuidasionisme. Likuidasionisme hanya memperburuk keadaan, sebab pemerintah melupakan kenyataan bahwa fleksibilitas harga dan upah buruh tidak lagi sama seperti masa sebelum 1929.
3.       Pemerintah tidak ikut campur dalam perdagangan karena menganut laissez-faire seperti yang diajarkan Adam Smith.
4.       Kebijakan penggunaan emas sebagai acuan bagi nilai tukar tidak menghadirkan manfaat yang signifikan, terutama bagi para petani ketika harga dollar tengah melemah dibandingkan emas.

Solusi Masalah: Fordisme

Fordisme sendiri sebenarnya adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan transformasi yang dilakukan oleh Ford.   Di masa depresi besar, salah satu pemilik perusahaan besar di Amerika, Henry Ford menerapkan suatu mekanisme yang unik. Gramsci melalui tulisan “Americanism and Fordism”, berusaha membedah pemikiran fordisme ini.

Pada dasarnya Ford mengusahakan orientasi pergeseran agrikultur pada sektor produksi dengan mempertimbangkan faktor mass production dan juga mass consumption (Gramsci, 1971: 291). Secara garis besar, Fordisme mengedepankan beberapa hal, yaitu adanya spesialisasi kerja, pemberlakuan upah minimum, pengurangan jam kerja efektif, serta pemberian ruang bagi para pekerja untuk berpartisipasi dalam kebijakan perusahaan.

Fordisme dinilai sebagai suatu metode manajemen industri yang berdiri diatas prinsip “assembly line”. Konsep tersebut menggambarkan proses ekonomi produksi dengan cara membagi proses produksi ke dalam banyak unit kecil, yang bertujuan untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan keuntungan. Alur pikir yang dapat ditangkap dalam pemikiran fordisme ini adalah upah tinggi pekerja membuat mereka memiliki kemampuan untuk membeli kembali barang-barang hasil produksi yang dihasilkan oleh industri, dan jika ditarik lebih baik. Fordisme berupaya mencapai kemakmuran berdasarkan tiga elemen penting yaitu rasionalitas, efisiensi, dan juga produksi maupun konsumsi massal (Gramsci, 1971:282-5).

Referensi:
Frieden, Jeffrey A. 2006. “The established Order Collapses” dalam Global Capitalism: its Fall and Rise in the Twentieth Century, New York: W.W.Norton & Co.Inc., pp.173-194
Gramci, Antonio. 1971. “Americanism and Fordism”, dalam Selections from the Prison Notebooks. London: Lawrence and Wishari
Semoga bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!

1 komentar:

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha