Anda mungkin tahu apa itu ‘Great Depression’, Keynesian dan Fordisme.
Tapi mungkin tidak banyak dari Anda yangtahu apa hubungan diantara ketiganya. Jika saya boleh memberi clue pada Anda, maka
saya akan mengatakan: “masalah timbul untuk dijelaskan, namun ada solusi untuk
memecahkan.”
Masalah: ‘Great Depression’
‘Great Depression’ (depresi besar) adalah
krisis yang terjadi di Amerika, Eropa dan berbagai negara lain yang terjadi
pada periode 1929- 1934. Krisis ini adalah krisis yang membuat negara-negara
besar menjadi collapse. ‘Great Depression’mencapai
klimaksnya pada peristiwa Black Tuesday.
Awal terjadinya depresi ini adalah
karena beberapa negara Eropa dan Asia mengalami resesi yang pasti langsung
berpengaruh pada pasar internasional secara keseluruhan, hal ini juga membuat
para investor lebih memilih untuk menginvestasikan modal mereka di Amerika
Serikat (Frieden, 2006: 174). Melemahnya pasar mempengaruhi harga berbagai
komoditas. Misalnya, harga produk pertanian mengalami penurunan sebesar 52% dan
produk logam serta bahan bangunan menurun 18% (Frieden, 2006: 175). Menghadapi
kemerosotan ini, negara industri ternyata tidak banyak melakukan tindakan
berarti. Hal ini tidak lain berangkat dari asumsi mereka bahwa jika upah buruh
semakin murah, maka perusahaan akan memperkerjakan mereka; lalu berpengaruh
pada harga barang terus menurun, sehingga konsumen mulai membelinya dan
permintaan semakin meningkat dan akhirnya perekonomian pulih kembali (Frieden,
2006: 176). Mereka cenderung memilih untuk membiarkan kondisi tersebut karena
beranggapan bahwa resesi ekonomi akan membaik dengan sendirinya dapat dikatakan
recovery diserahkan pada pasar. Walau begitu, bukan berarti pemerintah tinggal
diam begitu saja. Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, mengambil
kebijakan yang biasa dilakukan ketika krisis ekonomi, yaitu dengan mengeluarkan
kebijakan likuidasionisme (Frieden, 2006: 176). Ditambah dengan pemerintah
untuk melindungi produk pertanian mereka dari produk impor melalui bentuk
proteksionisme Smoot-Hawley Tariff Act (Frieden, 2006: 177).
Kemerosotan ekonomi yang terjadi selama
depresi besar ini mengganggu daur modal dan perbankan, sehingga terjadi deflasi
dan resesi besar. Hingga akhir tahun 1929, 33 bank nasional di Amerika Serikat
harus ditutup (Frieden, 2006: 182). Dampak laninya adalah penghentian penukaran
mata uang dengan mata uang asing, juga dengan emas pada Juli 1930 (Frieden,
2006: 185).
Identifikasi Masalah: Keynesian
John Maynard Keynes (Frieden, 2006:
188-189) menyatakan bahwa ‘Great Depression’
terjadi karena kesalahan-kesalahan dalam kebijakan ekonomi.
Kesalahan-kesalahan itu menurut Keynes
adalah:
1. Pemerintah cenderung konservatif.
2. Kesalahan penerapan kebijakan likuidasionisme.
Likuidasionisme hanya memperburuk keadaan, sebab pemerintah melupakan kenyataan
bahwa fleksibilitas harga dan upah buruh tidak lagi sama seperti masa sebelum
1929.
3. Pemerintah tidak ikut campur dalam
perdagangan karena menganut laissez-faire seperti yang diajarkan Adam Smith.
4. Kebijakan penggunaan emas sebagai acuan
bagi nilai tukar tidak menghadirkan manfaat yang signifikan, terutama bagi para
petani ketika harga dollar tengah melemah dibandingkan emas.
Solusi Masalah: Fordisme
Fordisme sendiri sebenarnya adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan transformasi yang dilakukan oleh
Ford. Di masa depresi besar, salah satu pemilik perusahaan besar di
Amerika, Henry Ford menerapkan suatu mekanisme yang unik. Gramsci melalui
tulisan “Americanism and Fordism”, berusaha membedah pemikiran fordisme ini.
Pada dasarnya Ford mengusahakan
orientasi pergeseran agrikultur pada sektor produksi dengan mempertimbangkan
faktor mass production dan juga mass consumption (Gramsci,
1971: 291). Secara garis besar, Fordisme mengedepankan beberapa hal, yaitu
adanya spesialisasi kerja, pemberlakuan upah minimum, pengurangan jam kerja efektif, serta pemberian ruang bagi para pekerja untuk
berpartisipasi dalam kebijakan perusahaan.
Fordisme dinilai sebagai suatu metode
manajemen industri yang berdiri diatas prinsip “assembly line”. Konsep
tersebut menggambarkan proses ekonomi produksi dengan cara membagi proses
produksi ke dalam banyak unit kecil, yang bertujuan untuk menekan biaya
produksi dan meningkatkan keuntungan. Alur pikir yang dapat ditangkap dalam
pemikiran fordisme ini adalah upah tinggi pekerja membuat mereka memiliki
kemampuan untuk membeli kembali barang-barang hasil produksi yang dihasilkan oleh
industri, dan jika ditarik lebih baik. Fordisme berupaya mencapai kemakmuran
berdasarkan tiga elemen penting yaitu rasionalitas,
efisiensi, dan juga produksi maupun konsumsi massal
(Gramsci, 1971:282-5).
Referensi:
Frieden, Jeffrey A. 2006. “The
established Order Collapses” dalam Global Capitalism: its Fall and
Rise in the Twentieth Century, New York: W.W.Norton & Co.Inc.,
pp.173-194
Gramci, Antonio. 1971. “Americanism
and Fordism”, dalam Selections from the Prison Notebooks. London:
Lawrence and Wishari
Semoga bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!
Thanks a lot
BalasHapus