Minggu, 24 Februari 2013

OTORITAS JASA KEUANGAN


Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.

Latar Belakang Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Setelah lebih dari tiga tahun akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.

Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

Pandangan Pakar Ekonomi akan Manfaat  OJK:

1.         Menkeu Agus Martowardojo
OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.
2.         Fuad Rahmany:
OJK akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab dalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah.
3.         Darmin Nasution:
 OJK dibuat untuk mencari efisiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab, suatu perekonomian yang kuat, stabil, dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.

Tentang Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi.

Tujuan utama pendirian OJK adalah:
1.         meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan.
2.         menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.
3.         meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.
4.         melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan.
5.         Mencegah terjadinya krisis keuangan

Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan: memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.
Undang-undang sektoral  yang terkait dengan wewenang OJK diantaranya:Undang-Undang tentang Perbankan; Pasar Modal; Usaha Perasuransian; Dana Pensiun ; dan ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan lainnya.

Latar Belakang lahirnya UU tentang Otoritas Jasa Keuangan adalah pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni :
  • Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.
  • Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
  • Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
  • Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
  • Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.
  • Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
Fungsi OJK adalah:
  1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan
  2. Menjaga stabilitas sistem keuangan
  3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yang sama seperti sekarang
  4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dan dipegang oleh lembaga baru
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
  3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
  1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
·         Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
·         Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
·         Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;
·         Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
·         Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
·         Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
·         Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
·         Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
·         Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
·         Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
·         Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
·         Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
·         Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
·         Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
·         Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
·         Melakukan penunjukan pengelola statuter;
·         Menetapkan penggunaan pengelola statuter;
·         Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
·         Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
  1. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
  1. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
 Referensi:
versi asli dapat dilihat disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha