Jumat, 22 Februari 2013

STRATEGI NEGARA UNDERDEVELOPMENT DALAM KOMPETISI EKONOMI INTERNASIONAL


Strategi Negara-Negara Underdevelopment dalam Kompetisi Perekonomian Internasional

Import-Substituting Industrializations (ISI) oleh Amerika Latin[1]


Negara-negara Amerika Latin mengalami periode keterpurukan pada 1930-an sampai 1950 an. Mereka terpuruk  adalah karena terisolasi dari dunia perekonomian akibat politik ekonomi terbuka tradisional. Perlahan, mereka bertranformasi menjadi ekonomi nasionalisme, developmentalisme, dan populisme. Aliansi implisit pembangunan industri nasional, termasuk urban businessmen, profesional kelas menengah, dan pegawai pemerintah, serta buruh industri, yang mendominasi kawasan (Frieden, 2006:302-303).  Hingga di akhir tahun 1940-an mereka mampu menjadi negara industri. Transformasi Amerika Latin ini tidak terlepas dari kondisi eksternal. Situasi ekonomi internasional mendukung perubahan peran Amerika Latin, dari eksportir utama free trade menjadi protectionist industrializers.

Kebijakan Amerika Latin dalam melakukan transformasi:
1. Memperketat foreign trade  dengan menggunakan kebijakan import-substituting industrializations (ISI). Kebijakan ISI berusaha mensubstitusi bahan baku impor dengan produksi industri dalam negeri. Usaha ini menjadi pendorong utama bagi perkembangan industri manufaktur dalam negeri, sehingga mampu mendatangkan keuntungan (Frieden, 2006:304).

2.    Melakukan kebijakan proteksionisme dengan menerapkan trade barrier, berupa biaya impor yang sangat mahal.

3.    Pemerintah memberikan subsidi dan insentif pada industri; memanipulasi mata uang dalam negeri lewat kebijakan suku bunga; mengusai infrastruktur, tambang, dan pabrik kimia; serta hal lainnya yang dapat membantu perekonomian dalam negeri.

Five-Years Plan oleh India[2]

Jawaharlal Nehru, pemimpin India yang mendukung kemerdekaan India dari Inggris juga membawa India pada industrialisasi. Untuk memajukan industrialisasi India, Nehru lebih meniru five-years plans Uni Sovyet.

Pemerintah berinvestasi pada industri dasar dan infrastruktur untuk pengembangan lebih lanjut dari sektor manufaktur modern. Dalam rentang 1951-1966, pemerintah India berinvestasi setengah pada semua sektor industri, dan setengah lagi berpusat pada industri besi dan baja yang menurut Nehru harus diutamakan. Hal ini terbukti efektif dengan meningkatnya sektor tekstil, logam, dll (Frieden, 2006:313-314). Sama dengan ISI, India menetapkan insentif, subsidi industri, dan trade protection. Walaupun agrikultural India juga meningkat, tapi manufaktur tiga kali lebih cepat berkembang. Sama dengan Amerika Latin, hampir 80 persen barang yang digunakan di India berasal dari dalam negeri. Ini meningkatkan industrialisasi dalam negeri India dan bisa dikatakan five-years plans yang diterapkan Nehru sukses (Frieden, 2006:315).

Kartel Komoditas oleh Uni Emirat Arab[3]

Sebuah kartel mempunyai kecenderungan yang kuat untuk merusak atau menghancurkan anggota-anggotanya sendiri. Sebuah kartel harus bisa menjamin persediannya akan mampu memenuhi permintaan yang mungkin muncul, sehingg posisi supply harus lebih besar dari pada demand. Dengan begitu kartel baru bisa ‘mengatur’  dan mempengaruhi harga dunia. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka kartel tersebut akan runtuh dan kehilangan pengaruhnya.

Arab Saudi adalah produsen minyak bumi yang memegang memonopoli perdagangan minyak bumi. Bersama dengan negara-negara penghasil minyak bumi Arab Saudi membentuk sebuah organisasi yang dinamai OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries). Sebagian besar adalah negara-negara OPEC adalah negara-negara dari dunia ketiga. OPEC menjadi wadah bagi negara dunia ketiga menjadi satu kartel yang berperan dalam perekonomian dunia. Ini adalah strategi untuk berkompetisi dengan negara-negara dominan. Untuk menunjukkan pengaruh OPEC mereka mengadakan mengadakan perlombaan antara OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) dan kartel-kartel komoditas lain. Tujuannya adalah  untuk menaikkan ekspor pangan dan bahan mentah mereka.

Meskipun kartel-kartel yang bergerak pada bidang komoditas bahan mentah lainnya lainnya telah berhasil mengatur kenaikan dan penurunan harga barang di taraf perdagangan internasional, tapi tidak ada yang menyamai situasi seperti kartel minyak bumi. Setiap komoditas selalu mempunyai alternatif pengganti, dan permintaan dunia untuk beberapa komoditas telah menurun karena penurunan yang dramatis pada isi sumber daya produksi barang. Pada akhirnya, meskipun keberadaan kartel bisa membantu menaikkan taraf ekonomi beberapa yang kurang negara berkembang (seperti yang terjadi pada kartel minyak bumi), namun biaya pemeliharaan kartel tersebut jauh lebih mahal daripada LDC. Untuk beberapa alasan, pengadaan kartel pada barang-barang yang langka tidak bisa meyediakan metode yang menjanjikan perkembangan ekonomi pada negara-negara yan kurang berkembang. 

Regionalisme Ekonomi[4]

Regionalisme ekonomi adalah kelompok negara yang tergabung dalam geografis yang terbatasi oleh area tertentu yang berfokus pada kerjasama ekonomi dan aliansi untuk mengembangkan posisi ekonomi yang lebih baik. Kerjasama tersebut memerlukan beberapa hal, di antaranya:
  • Aturan area perdagangan bebas untuk meningkatkan skala pasar internal dan serentak melindungi produsen domestik dari kompetitor luar;
  • Perundang-undangan investasi dan persetujuan untuk memperkuat posisi tawar tiap anggota di negara maju khusunya pada MNC;
  • Mengembangkan kebijakan industri regional untuk merasionalisasikan dan memfokuskan pembagian perusahaan lokal dalam dukungan regional.
Usaha ini telah diambil oleh Afrika Barat dan Afrika Timur, Karibia, Asia Tenggara, dan Andean. Saat ini, yang dicapai masih sebatas permasalahan moneter atau migrasi buruh, sedangkan tujuan besarnya, yaitu terbentuknya pasar bebas dalam negara anggota, seringkali terkendala oleh konflik ataupun persaingan bisnis antaranggota. Nasionalisme ekonomi dianggap penghambat integrasi regional. Bentuk lain dari regionalisme adalah hubungan perdagangan khusus antara negara berkembang dan antarkelompok regional. Adapula hubungan regionalisme yang makin kuat baru-baru ini, yaitu delinking the trade antara negara maju dan berkembang secara independen.

Semoga bermanfaat
Marisa Wajdi!!!


[1] Frieden, Jeffrey A. (2006)

[2]Frieden, Jeffrey A. (2006)
[3] Gilpin, Robert (1987)

[4] Gilpin, Robert (1987)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha