Sebagai orang
Indonesia, mana yang Anda pilih:
A.
Rp.10.000
per US$
B.
Rp. 10
per US$
Hilangnya tiga buah
nol pada rupiah, ternyata memiliki dampak psikologis yang kuat. Inilah yang
melatar-belakangi Bank Indonesia (BI)
untuk segera meredenominasi rupiah. Berikut ini 2 poin penting pendorong
redenominasi rupiah di tahun 2013 ini.
A. Meringkas Rupiah
Pada dasarnya rekalibrasi mata uang terjadi akibat tiga alasan utama,
yaitu:
(1) inflasi;
(2) devaluasi;
(3) alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi,
misalnya, ketika negara-negara Uni Eropa sepakat menggunakan mata uang tunggal,
Euro.
Indonesia pernah berkali-kali dihantam
hiperinflasi. Studi dari Departemen Ilmu Politik Universitas North Carolina,
mencatat hiperinflasi di Indonesia terjadi pada tahun 1962 (131%), 1963 (146%),
1964 (109%), 1965 (307%), 1966 (1136%), 1967 (106%), dan 1968 (129%). Selain
itu, tercatat juga inflasi
besar lainnya: inflasi sebesar 78 % (saat krisis 1998) dan 17 % (saat harga BBM
naik 2005). Akibatnya, kurs rupiah dari Rp 2.000 per US$ (1996) terjun bebas
menjadi Rp 17.000 (Januari 1998).
Hiperinflasi
yang terjadi di Indonesia membuat posisi rupiah semakin melemah. Begitu
Indonesia diakui kemerdekaannya, 1949, rupiah dipatok sebesar 3,8 per US$. Tahun 1950, nilai tukar 1 USD kembali merosot menjadi
Rp. 7,6. Dalam waktu 2 tahun rupiah kembali turun menjadi Rp 11,4 per US$.
Puncaknya, tahun 1965, daya beli rupiah semakin melemah. Untuk mengatasi ini Soekarno menerapkan kebijakan sanering. Kebijakan ini
merekalibrasi kurs rupiah menjadi tiga digit.
Tahun 1983,
IMF dan Bank Dunia mendesak Indonesia untuk men-devaluasi rupiah sebesar
55%. Akibatnya nilai tukar sebesar Rp. 415 per US$ menjadi lebih dari Rp 600.
per US$. Devaluasi rupiah terjadi lagi tahun 1986, atas tekanan IMF dan Bank
Dunia. Saat itu devaluasi terjadi sebesar 45%, sehingga mencapai Rp 900 per US$. Walau akhirnya orde baru mampu menjaga kestabilan ekonomi, inflasi
tidak bisa ditekan sampai nilainya rendah. Tingkat inflasi yang gradual
tersebut membawa kurs rupiah menjadi Rp. 2000 per US$ di tahun 1996. Setelah
hantaman krisi moneter terjadi (1998) rupiah terjun bebas, hingga mencapai Rp.
17.000 per US$. Kini pemerintah Indonesia berhasil menjada kestabilan rupiah
sehingga mampu mempertahankan kurs rupiah pada kisaran Rp.9.000- Rp. 10.000 per
US$.
Menurunnya daya tukar rupiah terhadap US$
menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat internasional yang rendah. Daya
tukar terhadap US$ adalah cerminan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju
lainnya. Saat ini Indonesia telah mampu
menunjukkan perkembangan ekonominya yang mapan. Namun di bandingnegara-negara
ASEAN lainnya, setelah Vitnam, Indonesia merupakan negara dengan daya tukar
terhadap US$ terendah.
A.1. Cara Meringkas Rupiah
Bila
dikaitkan dengan gap yang besar antara rupiah dan US$, maka ada 2 cara
meringkas rupiah, yaitu:
1.
Cara Alami: Menggenjot Pertumbuhan Ekonomi
Idealnya, gap kurs rupiah terhadap US$, dilakukan lewat
cara alami yaitu dengan memperbaiki
kinerja perekonomian. Adapun fokus
perbaikan kinerja prekonomian tersebut adalah:
1) memperbesar surplus perdagangan
2) memperbesar surplus transaksi berjalan
3) menarik banyak modal asing sehingga cadangan
devisa mencapai 1 triliun US$.
2. Cara Instan: Redenominasi
Redenominasi merupakan
salah satu cara dalam meringkas rupiah. Redenominasi merupakan cara paling
instan dalam meringkas rupiah. (Apa itu redenominasi dapat Anda baca
selengkapnya disini.) Diharapkan dengan adanya redenominasi, nilai
rupiah semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang negara
lain.
A.2. Dampak Ekonomi Akibat Nilai Rupiah Terlalu Besar
1.
Jumlah digit rupiah yang banyak menyebabkan inefisiensi aktivitas ekonomi
nasional.
a. Digit yang terlalu banyak menyebabkan
pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi. Input data, pengelolaan data
base, laporan data, dan penyimpanan data cenderung tak efisien. Begitu pula
dengan sistem akuntansi dan laporan penerapan teknologi informasi. Pemborosan
juga dialami dalam penggunaan memori dalam berbagai perangkat teknologi
informasi.
b. Nilai uang dengan jumlah digit terlalu
banyak akan membuat kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga
berpotensi menimbulkan kekeliruan dan memakan waktu lebih lama.
c. Dari sisi sistem pembayaran non tunai,
jumlah digit yang terlalu besar dapat menyebabkan permasalahan transaksi akibat
nilai transaksi yang melampaui jumlah digit yang bisa ditolerir sistem
pembayaran dan pencatatan.
2. Nilai rupiah tidak mencerminkan
perekonomian Indonesia yang sesungguhnya.
Secara fundamental perekonomian Indonesia lebih baik daripada
beberapa negara Asia Tenggara lainnya yang berkurs lebih kecil.
B. Mengembalikan Kebanggaan terhadap Rupiah
Dengan memperkuat
perekonomian Indonesia, permintaan akan Rupiah akan semakin besar. Hukum
supply-demand akan meningkatkan nilai Rupiah dengan sendirinya. Akibat lebih
lanjut, tanpa redenominasi-pun, gap kurs
rupiah terhadap US$ pun akan mengecil.
Namun, bagaimana
keadaan ekonomi Indonesia saat ini?
Apakah cadangan
devisa kita sudah mendekati 1 triliun US$?
Semoga
Bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha