Selasa, 12 Februari 2013

Kenapa Rupiah (IDR) Harus di-Redenominasi?


Sebagai orang Indonesia, mana yang Anda pilih:
A.                  Rp.10.000 per US$
B.                  Rp. 10 per US$
Hilangnya tiga buah nol pada rupiah, ternyata memiliki dampak psikologis yang kuat. Inilah yang melatar-belakangi  Bank Indonesia (BI) untuk segera meredenominasi rupiah. Berikut ini 2 poin penting pendorong redenominasi  rupiah di tahun 2013 ini.

A.    Meringkas Rupiah

Pada dasarnya rekalibrasi mata uang terjadi akibat tiga alasan utama, yaitu:
(1) inflasi;
(2) devaluasi;
(3) alasan geopolitik tertentu. Ini terjadi, misalnya, ketika negara-negara Uni Eropa sepakat      menggunakan mata uang tunggal, Euro.

Indonesia pernah berkali-kali dihantam hiperinflasi. Studi dari Departemen Ilmu Politik Universitas North Carolina, mencatat hiperinflasi di Indonesia terjadi pada tahun 1962 (131%), 1963 (146%), 1964 (109%), 1965 (307%), 1966 (1136%), 1967 (106%), dan 1968 (129%). Selain itu, tercatat juga inflasi besar lainnya: inflasi sebesar 78 % (saat krisis 1998) dan 17 % (saat harga BBM naik 2005). Akibatnya, kurs rupiah dari Rp 2.000 per US$ (1996) terjun bebas menjadi Rp 17.000 (Januari 1998).

Hiperinflasi yang terjadi di Indonesia membuat posisi rupiah semakin melemah. Begitu Indonesia diakui kemerdekaannya, 1949, rupiah dipatok sebesar 3,8 per US$. Tahun 1950, nilai tukar 1 USD kembali merosot menjadi Rp. 7,6. Dalam waktu 2 tahun rupiah kembali turun menjadi Rp 11,4 per US$. Puncaknya, tahun 1965, daya beli rupiah semakin melemah. Untuk mengatasi ini Soekarno menerapkan kebijakan sanering. Kebijakan ini merekalibrasi kurs rupiah menjadi tiga digit.

Tahun 1983,  IMF dan Bank Dunia mendesak Indonesia untuk men-devaluasi rupiah sebesar 55%. Akibatnya nilai tukar sebesar Rp. 415 per US$ menjadi lebih dari Rp 600. per US$. Devaluasi rupiah terjadi lagi tahun 1986, atas tekanan IMF dan Bank Dunia. Saat itu devaluasi terjadi sebesar 45%, sehingga mencapai Rp 900 per US$. Walau akhirnya orde baru mampu menjaga kestabilan ekonomi, inflasi tidak bisa ditekan sampai nilainya rendah. Tingkat inflasi yang gradual tersebut membawa kurs rupiah menjadi Rp. 2000 per US$ di tahun 1996. Setelah hantaman krisi moneter terjadi (1998) rupiah terjun bebas, hingga mencapai Rp. 17.000 per US$. Kini pemerintah Indonesia berhasil menjada kestabilan rupiah sehingga mampu mempertahankan kurs rupiah pada kisaran Rp.9.000- Rp. 10.000 per US$.

Menurunnya daya tukar rupiah terhadap US$ menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat internasional yang rendah. Daya tukar terhadap US$ adalah cerminan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya.  Saat ini Indonesia telah mampu menunjukkan perkembangan ekonominya yang mapan. Namun di bandingnegara-negara ASEAN lainnya, setelah Vitnam, Indonesia merupakan negara dengan daya tukar terhadap US$ terendah.

A.1. Cara Meringkas Rupiah

 Bila dikaitkan dengan gap yang besar antara rupiah dan US$, maka ada 2 cara meringkas rupiah, yaitu:

1.      Cara Alami: Menggenjot Pertumbuhan Ekonomi

Idealnya, gap kurs rupiah terhadap US$, dilakukan lewat cara alami yaitu dengan  memperbaiki kinerja perekonomian.  Adapun fokus perbaikan kinerja prekonomian tersebut adalah:
1)      memperbesar surplus perdagangan
2)      memperbesar surplus transaksi berjalan
3)      menarik banyak modal asing sehingga cadangan devisa mencapai 1 triliun US$.

2.      Cara Instan: Redenominasi

Redenominasi merupakan salah satu cara dalam meringkas rupiah. Redenominasi merupakan cara paling instan dalam meringkas rupiah. (Apa itu redenominasi dapat Anda baca selengkapnya disini.) Diharapkan dengan adanya redenominasi, nilai rupiah semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang negara lain.

A.2. Dampak Ekonomi Akibat Nilai Rupiah Terlalu Besar

1.  Jumlah digit rupiah yang banyak menyebabkan inefisiensi aktivitas ekonomi nasional.

a.   Digit yang terlalu banyak menyebabkan pemborosan dalam penyajian laporan dan akuntansi. Input data, pengelolaan data base, laporan data, dan penyimpanan data cenderung tak efisien. Begitu pula dengan sistem akuntansi dan laporan penerapan teknologi informasi. Pemborosan juga dialami dalam penggunaan memori dalam berbagai perangkat teknologi informasi.
b.   Nilai uang dengan jumlah digit terlalu banyak akan membuat kerumitan perhitungan dalam transaksi ekonomi sehingga berpotensi menimbulkan kekeliruan dan memakan waktu lebih lama.
c.  Dari sisi sistem pembayaran non tunai, jumlah digit yang terlalu besar dapat menyebabkan permasalahan transaksi akibat nilai transaksi yang melampaui jumlah digit yang bisa ditolerir sistem pembayaran dan pencatatan.

2. Nilai rupiah tidak mencerminkan perekonomian Indonesia yang sesungguhnya.

Secara fundamental  perekonomian Indonesia lebih baik daripada beberapa negara Asia Tenggara lainnya yang berkurs lebih kecil.

B.    Mengembalikan Kebanggaan terhadap Rupiah

Dengan memperkuat perekonomian Indonesia, permintaan akan Rupiah akan semakin besar. Hukum supply-demand akan meningkatkan nilai Rupiah dengan sendirinya. Akibat lebih lanjut, tanpa redenominasi-pun,  gap kurs rupiah terhadap US$ pun akan mengecil.

Namun, bagaimana keadaan ekonomi Indonesia saat ini?
Apakah cadangan devisa kita sudah mendekati 1 triliun US$?
Semoga Bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha