Sejarah Bretton Woods System
Dalam pembahasan tentang merkantilisme, Anda akan melihat bagaimana
negara-negara di Eropa berupaya ‘menumpuk logam mulia’ dengan menggenjot surplus
perdagangan. Kebijakan merkantilisme
terutama sangat berkaitan dengan kebijakan ekonomi yang bersifat proteksionisme
dengan mencegah impor dan menstimulus ekspor. Menurut Gilpin, selain proteksionisme
perdagangan, terjadi juga war currency dan instability
currency dalam bidang
kurs mata uang (Gilpin, 1987:130).
Modern globalization yang ditandai dengan eksistensi Pax Britannica[1] (1815-1914)
(Peet, 2003:29). Saat itu Inggris mendominasi industri, memiliki kekuatan
merkantilis yang besar, merupakan pasar utama bagi produk pertanian dan
berperan sebagai eksportir-importir terbesar di dunia.
Pada Perang Dunia I (1914-1919), Inggris “kehilangan” kekuatan
politiknya dengan Prancis, Jerman, dan Rusia. Pada Perjanjian Versailles yang
dilakukan setelah Perang Dunia I, para sekutu pemenang perang tersebut lebih
memilih berkonsentrasi di bidang politik, seperti batas wilayah nasional,
koloni, keamanan dan ganti rugi akibat perang (Peet, 2003:29). AS awalnya tidak
terlalu mempermasalahkan kegiatan perekonomian, namun ketika terjadi Great Depression tahun
1929 AS fokus untuk memulihkan kondisi perekonomian. Great Depression berdampak pada menurunnya daya
beli masyarakat, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar, dan berkembangnya pengangguran.
Sebagai respon dari krisis ini, masa “peralihan” dari perang ini ditandai
dengan mulai munculnya beberapa kerja sama ekonomi antara negara-negara maju
dan kapitalis. Runtuhnya Pax Britannica digantikan oleh Pax Americana[2].
Great Depression membuat AS menerapkan politik proteksionisme dan isolasionisme demi menjaga perekonomiannya
agar tidak kembali mengalami krisis. Politik ekonomi seperti proteksionisme dan
isolasionisme mendapat tentangan dari kaum Liberalis, seperti Adam Smith dan J. S. Mill. Smith
menganggap bahwa keuntungan nasional sebuah negara tidak semata-mata adalah
kerugian negara lainnya, namun dengan saling bekerja sama melalui sebuah pasar
yang terbuka, seluruh negara di dunia akan dapat saling menguntungkan (Peet,
2003:32). Bahkan Mill menganggap
bahwa melalui perdagangan, perdamaian dapat diwujudkan dan perang dapat dicegah
–commerce not only
brought about peace, but also rendered war obsolete(Peet, 2003:32).
Bretton Woods Systems (BWS) adalah suatu
sistem ekonomi yang berkaitan dengan politik dunia. Dimana saat itu dunia secara
politik terikat dalam sistem imperialisme. Sedangkan secara ekonomi sitem
pertukaran moneter internasional masih diatur dengan standar emas, dimana sirkulasi
mata uang nasional tergantung dari jumlah emas yang dimiliki bank sentralnya. Selain
itu, sebelum PD II sistem ekonomi diatur secara bebas melalui self-regulating dengan natural flow uang
dan modal (Peet, 2003:29).
Saat perekonomian dunia memasuki babak baru, terjadi dengan devaluasi yang
kompetitif serta currency yang fluktuatif, karena setiap blok
ekonomi yang ada berusaha mengatasi permasalahan pembayaran hutang serta
permasalahan ekonomi lain at the expense of
the others (Gilpin,
1987:130). Kekacauan ekonomi yang pada saat itu terjadi juga membawa sistem
ekonomi internasional ke dalam fragmentasi seperti adanya “blok Sterling”,
“blok Dollar”, “blok Emas” serta Jerman, Jepang dan Italia yang menciptakan Autarkic Empire (Gilpin,
1987:130).
Setelah adanya babak baru tersebut, sekitar
pertengahan tahun 1930 AS mulai berkeinginan untuk mengambil alih. Tanggal 1-22
Juli 1944, di sebuah kota bernama Bretton Woods, New Hampshire diadakan sebuah
pertemuan bersejarah (Peet, 2003:27). Pertemuan
berlangsung antara AS (AS) dan Inggris, beserta 44 negara negara aliansi AS dan
Inggris serta satu negara netral (Argentina). Tujuan pertemuan itu adalah
membentuk suatu kerja sama internasional “mengamankan” perdamaian dan
kesejahteraan dunia. Kerja sama tersebut akan menciptakan pasar dunia dengan
modal dan barang yang bergerak dengan bebas yang kemudian diregulasi di bawah
sebuah institusi global yang memiliki kepentingan meningkatkan stabilitas
dunia. Pertemuan panjang tersebut, yang dihadiri oleh John Maynard Keynes (Inggris)
dan Harry Dexter White (AS), melahirkan ‘System Bretton Woods’ (BWS). Walaupun perjanjian Bretton Woods
ditandatangani tahun 1944, namun pelaksanaannya baru bisa dijalankan dengan
baik pada tahun 1947 (Frieden, 2006:289).
Pertemuan di Bretton Woods ini dilakukan melalui beberapa pertimbangan
(Peet, 2003:39):
1. Saat itu kekuatan dunia terkonsentrasi hanya di beberapa wilayah, seperti
Amerika Utara dan Eropa Barat sehingga diperlukan sebuah kesepakatan yang dapat
mengatur perekonomian dan perkembangan seluruh dunia.
2. BWS dapat terwujud karena adanya kepercayaaan negara-negara peserta
bahwa kapitalisme dapat menjadi sistem perekonomian dunia, yang kemudian
digabungkan dengan Keynesianisme pasca-PD II.
3. Adanya kemampuan AS untuk menjadi pemimpin ekonomi dunia. Menjelang
akhir dan pasca PD II, AS menikmati pertumbuhan pasar yang besar dalam barang
konsumsi, kapabilitas produksi yang meningkat, dan kuatnya nilai mata uang.
Sistem Bretton Woods
Tiga pilar Bretton Woods System,
yaitu:
1. moneter, melalui IMF (International
Monetary Fund) untuk
mengatasi permasalahan utang negara;
2. perdagangan, melalui GATT, sekarang WTO (World Trade
Organization), menginginkan adanya perdagangan yang lebih bebas
baik dalam sektor barang maupun modal;
3. rekonstruksi, memperbaiki keadaan perekonomian
negara pasca perang dengan mendirikan IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) yang
kemudian beralih nama menjadi World Bank.
Sistem ini menggunakan fixed exchange rate dengan
menggunakan standar dollar-emas sehingga secara efektif mengakhiri sistem
standar emas yang umum digunakan sebelumnya. Jika dalam sistem standar emas mata
uang suatu negara dikonversikan langsung dengan emas, konversi yang ditetapkan BWS melalui
perantaraan dollar dengan standarnya kurang lebih adalah $35 = 1 ons emas
(economics.about.com).
Kombinasi tatanan baru internasional dengan otonomi nasional, pasar
yang berbasis masyarakat sosial, kesejahteraan dengan stabilitas sosial dan
demokrasi dalam sistem ini pada akhirnya memang membawa stabilitas yang lebih
baik dalam perekonomian dunia dengan berbagai penyesuaian di negara tertentu.
Referensi:
(n.d.). Dipetik tanggal 8 April 2011,
dari: http://www.time.com/time/business/article/0,8599,1852254,00.html
(n.d.). Dipetik tanggal 8 April 2011,
dari: http://economics.about.com/od/foreigntrade/a/bretton_woods.htm
Frieden, Jeffrey A. 2006. “The
Established Order Collapses”. Dalam Global
Capitalism: Its Fall and Rise in The Twentieth Century. New York:
W. W. Norton & Co. Inc. Hal. 173-194.
Gilpin, Robert. 1987. “International
Money Matters”. Dalam The Political
Economy of International Relations. Princeton: Princeton University
Press. Hal. 118-170.
Peet, Richard. 2003. “Bretton-Woods:
Emergence of A Global Economic Regime”. Dalam Unholy Trinity :
The IMF World Bank and WTO. London: Zed Books. Hal. 27-66.
Disarikan dari: http://putrinyaperwira-fisip09.web.unair.ac.id/artikel_detail-64045-Ekonomi%20Politik%20Internasional-Sistem%20Bretton%20Woods.html
[1] Pax
Britannica was the period of relative peace in Europe and the world (1815–1914)
during which the British Empire controlled most of the key maritime trade routes and enjoyed unchallenged sea power. http://en.wikipedia.org/wiki/Pax_Britannica
[2] Pax Americana (Latin for
"American Peace") is a term applied to the historical concept of relative peace in the Western Hemisphere and later the Western world resulting from the preponderance of power enjoyed by the United States beginning around the start of the 20th century. Although the term finds
its primary utility in the later half of the 20th century, it has been used in
various places and eras, such as the post-Civil War era in North America[4] and globally
during the time between the World Wars.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha