Globalisasi seringkali diartikan sebagai
upaya ‘westernisasi’. Sejarah dunia memang menunjukkan banyak bukti dominasi ‘Barat’
terhadap ‘Timur’ atau ‘Utara’ terhadap ‘Selatan’. Huntington mengatakan bahwa pergeseran
kekuatan dominan dalam peradaban sebenarnya menunjukkan sifat kontradiktif,
yaitu di satu sisi Barat masih sangat kuat mendominasi, namun saat ini kekuatan
dominasinya semakin menurun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kekuatan
ekonomi bergeser ke Asia Timur dan diramalkan segera disusul dengan kekuatan
politik dan militer (Huntington, 1996).
Masih menurut Huntington, penurunan
dominasi peradaban barat ini memuat tiga karakteristik:
1. Proses yang lambat
2. Berbentuk irregular
3. Pergeseran kekuatan strategis dunia.
Ada beberapa faktor yang melatar
belakangi penurunan dominasi Barat. Huntington melihat ada empat penyebab utama,
yang terangkum dalam melemahnya relative power.
Adapun keempat faktor tersebut menurut Huntington adalah:
1.
Faktor wilayah dan populasi masyarakat.
Sekitar tahun 1920-an peradaban barat
menguasai hampir setengah bagian wilayah di dunia, namun terus menyusut hingga
di tahun 1990 peradaban barat hanya mewakili total 30% masyarakat dunia.
2.
Faktor produktifitas ekonomi
Produkstivitas negara Barat cenderung
menurun secara relatif pada era paska Perang Dunia II hingga saat ini. Apalagi,
jika kita bandingkan dengan dua negara yang banyak diramalkan akan menyaingi
Amerika Serikat, yaitu Cina dan India yang memiliki angka produksi yang
mengagumkan.
3.
Faktor Kapabilitas Militer
Faktor kapabilitas militer merupakan
salah satu aspek kunci dalam dominasi peradaban Barat. Kini ada banyak negara
yang juga giat meningkatkan jumlah pasukan, senjata, perlengkapan militer, dan
teknologi.
4.
Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan merupakan faktor
terkuat dibandingkan faktor lainnya, karena
terbukti distribusi kebudayaan berkorelasi pada distribusi kekuatan di dunia. Budaya
merupakan soft power yang cenderung lebih efektif dalam menuai
perhatian masyrakat (Nye dalam Huntington, 1996). Menurut Huntington,
peradaban barat merefleksikan nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, dan
liberalisme (1996). Nilai-nilai ini termanifestasikan dengan berbagai cara dan
bentuk upaya Barat, yang dalam prosesnya menghasilkan pengikut namun juga ada
beberapa penolakan dari peradaban lain. Bagi peradaban yang akhirnya
menyepakati nilai-nilai barta tersebut, mereka tidak sepenuhnya melakukan
imitasi, namun lebih kepada penerapan beberapa modifikasi berdasarkan
penyesuaian nilai lokal (Huntington, 1996).
Selain melalui budaya dan nilai,
pergeseran dominasi antar peradaban juga memiliki peran yang besar dalam hal
keagamaan. Modernisasi misalnya, dirasa lama-kelamaan akan menghancurkan agama
sebagai hal yang signifikan dalam kehidupan manusia. Namun hingga saat ini
kekhawatiran tersebut tidak terbukti. Modernisasi sosial maupun ekonomi
ternyata juga disertai oleh kebangkitan keagamaan yang melanda semua peradaban,
benua dan negara (Kepel dalam Huntington, 1996: 95-96). Kebangkitan tersebut
membalikkan nilai-nilai sekularisme, dan mengembalikkan prinsip-prinsip
keagamaan dalam masyarakat. Menurut Huntington, kebangkitan keagamaan ini
justru merupakan konsekuensi dari proses modernisasi sosial, ekonomi dan budaya
(1996: 97). Perihal penurunan atau justru kebangkitan peradaban Barat ini,
tidak semua akademisi berada pada satu posisi yang sama. McNeil misalnya,
justru mengkritik bahwa sebenarnya Barat telah berhasil menjadikan satu bentuk
kosmopolitan global dimana ada jaringan kuat melalui komunikasi global antar
peradaban (1997). Pandangan ini, menurut penulis berangkat dari asumsi McNeil
bahwa peradaban merupakan ekspresi dari keberagaman, dimana didalamnya
menghasilkan sebuah pergesekan dan menuntut adanya ‘kesepakatan’ antar
peradaban yang berujung bentuk kosmopolitan tersebut.
Jika melihat premis-premis diatas, maka
ada optimisme akan kebangkitan Asia menggantikan dominasi Barat. Dalam
tulisannya, Frank memperlihatkan keraguan untuk mengatakan bahwa Asia akan
kembali memimpin ekonomi dunia, mengingat masih ada pra-kondisi barat yang
harus terpenuhi, seperti tingkat produktivitas yang lemah, adanya resesi, dan
penurunan tingkat upah minimum. Dalam hal ini kajian Frank hanya difokuskan
pada faktor ekonomi dan demografi , tidak mencakup budaya. Pdaahal faktor
budaya menurut Huntington justru faktor yang paling besar pengaruhnya.
Untuk meng-counter kesimpulan Frank, Huntington juga menunjukkan bukti
bahwa Barat berhadapan juga memiliki masalah, terkait tingginya angka
pengganguran, melemahnya perekonomian, defisit dan krisis ekonomi serta
rendahnya saving rate dalam masyarakat (Huntington: 1996).
Kemampuan Barat untuk menghadapi berbagai permasalahan tersebut sangat menentukan
potensi kembalinya dominasi peradaban barat di dunia.
Pada akhirnya, siapa yang menjadi
dominator dunia yang baru tergantung pada ketepatan kebijakan dalam
menyelesaikan masalah domestik, baik negara Barat maupun negara Timur. Siapkah Asia
menjadi dominator utama dunia?
Referensi:
Huntington, Samuel P. 1996. “The Fading
of the West: Power, Culture and Indigenisation”, dalam the Clash of
Civilization and the Remaking of World Order, London: Touchstone Books, pp.
81-101
McNeill, William H. 1997. “Decline of
the West?”, the New York Review of Books, January 9.
Frank, Andre Gunder. 1998. “Why Did the
West Win (Temporarily)?”, dalamReOrient: Global Economy in the Asian Age,
Berkeley: University of California Press , pp. 258-320
Semoga bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha