Sabtu, 23 Februari 2013

Akankah Penurunan Kinerja Negara Barat Membuat Asia Menjadi Dominator Baru Dunia?


Globalisasi seringkali diartikan sebagai upaya ‘westernisasi’. Sejarah dunia memang menunjukkan banyak bukti dominasi ‘Barat’ terhadap ‘Timur’ atau ‘Utara’ terhadap ‘Selatan’. Huntington mengatakan bahwa pergeseran kekuatan dominan dalam peradaban sebenarnya menunjukkan sifat kontradiktif, yaitu di satu sisi Barat masih sangat kuat mendominasi, namun saat ini kekuatan dominasinya semakin menurun jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Kekuatan ekonomi bergeser ke Asia Timur dan diramalkan segera disusul dengan kekuatan politik dan militer (Huntington, 1996).

Masih menurut Huntington, penurunan dominasi peradaban barat ini memuat tiga karakteristik:
1.       Proses yang lambat
2.       Berbentuk irregular
3.       Pergeseran kekuatan strategis dunia.

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi penurunan dominasi Barat. Huntington melihat ada empat penyebab utama, yang terangkum dalam melemahnya relative power

Adapun keempat faktor tersebut menurut Huntington adalah:

1.       Faktor wilayah dan populasi masyarakat.
Sekitar tahun 1920-an peradaban barat menguasai hampir setengah bagian wilayah di dunia, namun terus menyusut hingga di tahun 1990 peradaban barat hanya mewakili total 30% masyarakat dunia.

2.       Faktor produktifitas ekonomi
Produkstivitas negara Barat cenderung menurun secara relatif pada era paska Perang Dunia II hingga saat ini. Apalagi, jika kita bandingkan dengan dua negara yang banyak diramalkan akan menyaingi Amerika Serikat, yaitu Cina dan India yang memiliki angka produksi yang mengagumkan.

3.       Faktor Kapabilitas Militer
Faktor kapabilitas militer merupakan salah satu aspek kunci dalam dominasi peradaban Barat. Kini ada banyak negara yang juga giat meningkatkan jumlah pasukan, senjata, perlengkapan militer, dan teknologi.

4.       Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan merupakan faktor terkuat  dibandingkan faktor lainnya, karena terbukti distribusi kebudayaan berkorelasi pada distribusi kekuatan di dunia. Budaya merupakan soft power yang cenderung lebih efektif dalam menuai perhatian masyrakat (Nye dalam Huntington, 1996). Menurut Huntington,  peradaban barat merefleksikan nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, dan liberalisme (1996). Nilai-nilai ini termanifestasikan dengan berbagai cara dan bentuk upaya Barat, yang dalam prosesnya menghasilkan pengikut namun juga ada beberapa penolakan dari peradaban lain. Bagi peradaban yang akhirnya menyepakati nilai-nilai barta tersebut, mereka tidak sepenuhnya melakukan imitasi, namun lebih kepada penerapan beberapa modifikasi berdasarkan penyesuaian nilai lokal (Huntington, 1996).

Selain melalui budaya dan nilai, pergeseran dominasi antar peradaban juga memiliki peran yang besar dalam hal keagamaan. Modernisasi misalnya, dirasa lama-kelamaan akan menghancurkan agama sebagai hal yang signifikan dalam kehidupan manusia. Namun hingga saat ini kekhawatiran tersebut tidak terbukti. Modernisasi sosial maupun ekonomi ternyata juga disertai oleh kebangkitan keagamaan yang melanda semua peradaban, benua dan negara (Kepel dalam Huntington, 1996: 95-96). Kebangkitan tersebut membalikkan nilai-nilai sekularisme, dan mengembalikkan prinsip-prinsip keagamaan dalam masyarakat. Menurut Huntington, kebangkitan keagamaan ini justru merupakan konsekuensi dari proses modernisasi sosial, ekonomi dan budaya (1996: 97). Perihal penurunan atau justru kebangkitan peradaban Barat ini, tidak semua akademisi berada pada satu posisi yang sama. McNeil misalnya, justru mengkritik bahwa sebenarnya Barat telah berhasil menjadikan satu bentuk kosmopolitan global dimana ada jaringan kuat melalui komunikasi global antar peradaban (1997). Pandangan ini, menurut penulis berangkat dari asumsi McNeil bahwa peradaban merupakan ekspresi dari keberagaman, dimana didalamnya menghasilkan sebuah pergesekan dan menuntut adanya ‘kesepakatan’ antar peradaban yang berujung bentuk kosmopolitan tersebut.


Jika melihat premis-premis diatas, maka ada optimisme akan kebangkitan Asia menggantikan dominasi Barat. Dalam tulisannya, Frank memperlihatkan keraguan untuk mengatakan bahwa Asia akan kembali memimpin ekonomi dunia, mengingat masih ada pra-kondisi barat yang harus terpenuhi, seperti tingkat produktivitas yang lemah, adanya resesi, dan penurunan tingkat upah minimum. Dalam hal ini kajian Frank hanya difokuskan pada faktor ekonomi dan demografi , tidak mencakup budaya. Pdaahal faktor budaya menurut Huntington justru faktor yang paling besar pengaruhnya.

Untuk meng-counter kesimpulan Frank, Huntington juga menunjukkan bukti bahwa  Barat berhadapan juga memiliki masalah, terkait tingginya angka pengganguran, melemahnya perekonomian, defisit dan krisis ekonomi serta rendahnya saving rate dalam masyarakat (Huntington: 1996). Kemampuan Barat untuk menghadapi berbagai permasalahan tersebut sangat menentukan potensi kembalinya dominasi peradaban barat di dunia.

Pada akhirnya, siapa yang menjadi dominator dunia yang baru tergantung pada ketepatan kebijakan dalam menyelesaikan masalah domestik, baik negara Barat maupun negara Timur. Siapkah Asia menjadi dominator utama dunia?

Referensi:
Huntington, Samuel P. 1996. “The Fading of the West: Power, Culture and Indigenisation”, dalam the Clash of Civilization and the Remaking of World Order, London: Touchstone Books, pp. 81-101

McNeill, William H. 1997. “Decline of the West?”, the New York Review of Books, January 9.

Frank, Andre Gunder. 1998. “Why Did the West Win (Temporarily)?”, dalamReOrient: Global Economy in the Asian Age, Berkeley: University of California Press , pp. 258-320

Semoga bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha