Minggu, 10 Februari 2013

Kisah Tragis "The Money Stimulate-Trade" John Law


Ketika mempelajari teori moneter, saya berkenalan dengan teori John Law (1671-1792 M): "The Money Stimulates Trade"  pada era teori moneter sebelum klasik. Tanpa sengaja saya membaca drama yang berada di baliknya.

Boleh dikatakan John Law adalah uang bapak kertasnya Eropa. Jadi, perjalanan John Law menarik untuk disimak, selain membantu pemahaman kita terhadap teorinya, kita juga bisa menikmati salah satu drama ekonomi dunia.


Selamat menikmati!


John Law, Penyebab Jatuhnya Moneter Prancis
John Law lahir di tahun 1671 dari kalangan keluarga bankir kaya di Scotlandia. Pada umur 14 tahun dia sudah terlibat di dalam bisnis keluarga dan mempelajari seluk-beluk perbankan di bawah bimbingan ayahnya. John Law kemudian dikirim ke London untuk melanjutkan pendidikannya. Tetapi dia lebih menyukai hidup foya-foya sehingga pendidikannya terbengkalai. Dalam sebuah duel memperebutkan wanita, lawan duel Law mati, hingga ia dijebloskan ke penjara. Karena kecerdikannya, Law berhasil meloloskan diri dan lari ke daratan Eropa (1694 M). Dalam pelariannya itu, Law  melanjutkan pendidikannya dibidang perbankan dan finansial di Amsterdam.

Setelah lulus sekolah, John Law kembali ke Scotladia (1705 M). Dia mengembangkan pemikirannya tentang teori finansial dan keuangan dan dituangkan dalam bukunya yang berjudul: “Money and Trade Considered, with a Proposal for Supplying the Nation with Money”
Isi teorinya itu adalah:
1.  Tugas utama sebuah negara adalah membuat negara dan rakyatnya menjadi makmur.
2. Uang kertas punya keunggulan di atas emas dan perak, sehingga jumlah uang kertas yang diterbitkan bisa lebih banyak dibandingkan dengan uang emas dan uang perak.
3. Pertambahan uang yang beredar membuat perdagangan semakin berkembang

Logikanya:
Sebuah perdagangan (perekonomian) akan bergerak lebih aktif jika uang ditambahkan. Penambahan uang ini memungkinkan jika uang kertas dikembangkan, karena potensi sistem uang kertas untuk berkembang lebih besar daripada sistem uang sejati (emas dan perak).  Dengan semakin aktifnya perdagangan, kemakmuran akan meningkat dengan sendirinya.  Negara juga bisa memperoleh peningkatan pendapatan dari pajaknya (teori Law ini kemudian dilanjutkan oleh ekonom beraliran Keynesian moneterisme).

Menurut Law:
Perdagangan dalam negri sangat bergantung pada uang. Lagi pula jumlah uang yang lebih banyak akan dapat mempekerjakan orang dan membuka lapangan kerja yang lebih banyak dibandingkan jumlah uang yang sedikit. Lebih banyak uang akan memperkaya negara.[2]
Setelah berusaha mengenalkan teorinya, Law mengajak Scotlandia mempraktekkan teorinya tersebut dalam sistem keuangan Scotlandia. Sayangnya parlemen menolak. Kesempatan datang dari Prancis. Saat itu Prancis merupakan negara adidaya dan unggul dibandingkan dengan kerajaan lainnya. Ironinya, Prancis yang diperintah oleh Louis XIV saat itu berada dalam masalah.  3 perang besar yang dihadapinya menghabiskan biaya yang sangat besar. Ditambah pengeluaran yang besar untuk membiayai gaya hidup para bangsawan-bangsawannya.  Diperkirakan  hutang Prancis mencapai 3 milyar livre tournois (nama mata uang Prancis waktu itu). Jika di konversikan nilai itu setara dengan 2025 ton emas. 

Salah satu cara yang efektif untuk menutup hutang tersebut adalah dengan memperbesar kas pendapatan lewat penaikan pajak. Namun kondisi masyarakat Prancis yang sulit membuat alternatif ini tidak mungkin diberlakukan. Kekacauan finansial di Prancis saat itu lebih dikarenakan Prancis tidak memiliki sistem pengelolaan keuangan negara dan tidak memiliki bank sentral. Sementara  kerajaan di Eropa lainnya seperti, Belanda dan Inggris  telah mempunyai bank sentral, sehingga bisa memberi pinjaman dalam jumlah besar kepada kerajaan untuk menunjang aktivitasnya dikala defisit.

Saat Louis XIV lengser dan digantikan Louis XV yang masih kanak-kanak, Law meyakinkan Phillipe-Duc d’Orleans untuk menerapkan teori uang kertasnya. Phillipe-Duc d’Orleans adalah wali dari Louis XV, sehingga secara de' facto memegang kekuasaan tertinggi di Prancis saat itu.  Atas dukungan penguasa tertinggi Prancis, lahirlah bank sentral Prancis yang pertama, Banque Generale pada bulan Mei 1716. Namun model bank sentral yang diusulkan John Law berbeda dengan bank sentral di Inggris. Bank sentral usulan John Law menggunakan uang kertas sebagai alat pembayaran yang syah. Duc d’Orleans menerima usulan tersebut demi menurunkan hutang pemerintah dan membangun koloninya di  Amerika Utara yang sekarang dikenal dengan nama Louisiana. Duc d’Orleans percaya bahwa pencetakan uang kertas akan memudahkan semua pembiayaan negara. Modal pertama Banque Generale hanya 6 juta livre, terdiri dari 1,5 juta livre uang sejati (uang perak), dan 4,5 juta livre dalam bentuk surat hutang pemerintah yang nilai pasarnya hanya 25%. Jadi nilai pasar dari modal Banque Generale yang sebenarnya hanya 2,6 juta livre.

Banque Generale diberi hak untuk mencetak, mengedarkan dan mengatur peredaran uang kertas livre. Uang kertas ini dijamin bisa ditukar dengan emas dan perak sesuai dengan nilai nominalnya. Hubungan antara kerajaan dan Banque Generale menjadi sangat dekat ketika Duc d’Orleans pada bulan April 1717 memutuskan semua dana pemerintah disimpan di Banque Generale dan semua pembayaran pajak harus dengan uang kertas livre. Dalam satu tahun, jumlah uang kertas yang beredar mencapai 60 juta livre, atau 10 kali lebih banyak dari modal awal nominal atau 23 kali nilai pasar awal.  Hingga tahun 1718, kerajaan memberikan jaminan atas uang kertas livre dan nama Banque Generale diganti menjadi Banque Royale – yang artinya kurang lebih bank kerajaan.  Law pun diangkat sebagai pengendali sistem keuangan kerajaan.

Di saat yang bersamaan dengan pendirian Banque Generale, perusahaan John Law bernama Mississippi Company juga diberi diberi konsesi selama 25 tahun untuk melakukan eksploitasi koloni Prancis di Amerika Utara. Dalam proses itu Mississippi Company mengambil alih semua hutang negara, sebagai imbalannya perusahaan itu diberi kekuasaan atas penarikan pajak, dan pencetakan uang dan  koin selama 9 tahun. Akibatnya saham  Mississippi Company naik dengan cepat. Tahun 1717 harga saham Mississippi Company  hanya 500 livre. Tahun 1719 berkembang menjadi 10.000 livre dan kemudian melonjak lagi menjadi 18.000 livre pada tahun 1720 (itu pun setelah dividen sebesar 40% dibagikan). Sejarah mencatat Mississippi Company  telah mengalami peningkatan harga sebanyak 36 kali lipat dalam kurun 3 tahun (1717-1720), padahal perusahaan ini tidak memiliki usaha riil. Peningkatan yangbombastis ini karena nasabah benar-benar percaya bahwa uang kertas sama kualitasnya dengan uang sejati (koin perak atau emas).

Kenyataan sebenarnya terkuak saat para nasabah berbondong-bondong melakukan aksi ambil untung. Sahamnya dijual,  uang kertasnya dibawa ke Banque Royale untuk ditukarkan dengan uang sejati. Aksi ambil untung ini membuat harga saham Mississipy Company jatuh.  Banque Royale tidak mempunyai uang sejati yang cukup untuk ditukar dengan livre kertas. Hal ini terjadi karena jumlah livre kertas yang dicetak tidak pernah dikaitkan dengan cadangan emas dan perak yang ada. Untuk menahan arus tukar  livre kertas dengan uang sejati, Law mengeluarkan kebijakan moneter:  dilarang memiliki atau menyimpan koin livre lebih dari 500 livre. Kemudian, Law mendevaluasi nilai mata uang kertas livre dengan tujuan membuat ekspor lebih kompetitif dan meningkat. Kebijakan Law ini justru membuat ekonomi Prancis menjadi chaos, akibatnya Law dipecat dan dianggap sebagai penjahat kerajaan. Demi menyelamatkan diri Law kabur dan hidup nomaden, dari Prancis ke Belanda, hingga akhirnya dikuburkan tahun 1729 di Venesia.

note:
membaca kisah tersebut saya jadi teringat politik moneter "pengebirian uang' yang  pernah dilakukan pemerintah Indonesia. Jangan-jangan, Pak Menteri waktu itu terinspirasi dari kisah John Law ini, ya?
Anda ingin tahu politik moneter apa saja yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia? Baca disini

Semoga Bermanfaat.
Marisa Wajdi!!!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha