Minggu, 24 Februari 2013

Akankah OJK Mampu Berperan dalam Mengatasi Masalah, atau Menjadi Bagian dari Masalah Itu Sendiri?



Dalam tulisan sebelumnya tentang
 pengertian, tugas dan fungsi OJK, Anda bisa melihat bahwa tujuan utama dibentuknya OJK adalah untuk menyelesaikan masalah lembaga keuangan. Salah satunya adalah upaya pencegahan terjadinya krisis ekonomi akibat masalah keuangan.

Seperti Anda ketahui, bahwa kondisi keuangan Indonesia saat ini bisa dikatakan cukup sehat. Hal ini ditandai dengan tingginya laju petumbuhan Indonesia yang diatas 6%. Walaupun begitu, bila dilihat dari sisi anggaran ternyata APBN Indonesia saat ini mengalami defisit sebesar 2,1%.

Entah standar apa yang dipakai oleh OJK, sehingga cukup ‘PD’ untuk mengajukan anggaran sebesar Rp 9,25 miliar untuk pembayaran gaji periode Agustus hingga Desember 2012.  Dengan nilai anggaran gaji sebesar itu diperkirakan rata-rata perbulan gaji Dewan Komisioner OJK mencapai Rp 260 juta, lebih besar dari gaji Menteri dan Presiden yang sama-sama dibayar oleh APBN.

Bisa jadi mereka bercermin pada Bank Indonesia sebagai pemegang rekor gaji yang dibiayai APBN tertinggi di Indonesia. Saat ini gaji bos Bank Indonesia bisa mencapai Rp 200 jutaan/bulan  atau sekitar Rp 3,18 miliar/tahun. Sementara gaji Presiden RI saja 'hanya' Rp 62 juta/bulan dan sudah tidak mengalami kenaikan dalam 7 tahun terakhir. Pola gaji bos institusi moneter bisa lebih tinggi dibandingkan dengan gaji presiden adalah absurd, bahkan di Amerika Serikat pun  gaji presiden masih lebih besar dibandingkan dengan gaji bos The Fed.

Sementara itu Kementerian Keuangan mengaku telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 75 miliar untuk pembayaran gaji Dewan Komisioner dan belanja operasional OJK pada tahun 2012. Di anggaran 2012 anggaran OJK masih di include dalam anggaran Bapepam LK. Dimana anggaran Bapepam LK dudah dibagi menjadi 2 bagian, pertama untuk Bapepam LK (sebesar Rp 126 miliar) dan untuk OJK (sebesar Rp 75 miliar), jadi totalnya adalah Rp 201 miliar. Demikian pula untuk anggaran 2013, dalam nota keuangan RAPBN 2013, pemerintah mengusulkan anggaran sebesar Rp 934,1 miliar untuk cadangan anggaran pembentukan dan kegiatan OJK.

Selain beban anggaran akan gaji dan biaya operasional, OJK pun membutuhkan sarana dan prasarana baru guna mendukung kinerjanya. Saat ini, OJK berkantor di 4 tempat yang berbeda, yaitu Gedung Bapepam LK; Gedung Bidakara; Gedung BI;dan EPK. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan tugas OJK menjadi tidak optimal, tidak efisien, dan menanggung risiko operasional yang tinggi. Kondisi ini membuat OJK meminta gedung yang bisa memuat seluruh karyawannya yang mencapai 2.500 hingga 3.000 orang. 

 Mengenai jumlah karyawan ini, agaknya angkanya akan terus tumbuh. Terlihat dari rekrutmen yang terus dilakukan oleh OJK. Penambahan karyawan tentu mengakibatkan penambahan beban bagi APBN. Bila institusi finansial siap dipunguti biaya oleh OJK  jika mereka mampu bekerja dengan baik, maka apakah APBN mampu membiayai OJK jika mereka gagal? Kita tunggu saja apa yang terjadi dengan OJK. Apakah mereka akan jadi pemecah masalah atau malah menjadi sumber masalah? 

(Saya sih berdoa semoga mereka akan menjadi sumber pemecahan masalah. Atau mungkin mereka bisa ‘merger’ dengan lembaga keuangan lainnya yaitu ‘Pegadaian’. Sehingga mereka bisa memakai slogannya: “menyelesaikan masalah tanpa masalah”)

Marisa Wajdi!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha