Dalam tulisan sebelumnya tentang pengertian, tugas dan fungsi OJK, Anda bisa melihat bahwa tujuan utama dibentuknya OJK adalah untuk menyelesaikan masalah lembaga keuangan. Salah satunya adalah upaya pencegahan terjadinya krisis ekonomi akibat masalah keuangan.
Seperti Anda ketahui, bahwa
kondisi keuangan Indonesia saat ini bisa dikatakan cukup sehat. Hal ini
ditandai dengan tingginya laju petumbuhan Indonesia yang diatas 6%. Walaupun
begitu, bila dilihat dari sisi anggaran ternyata APBN Indonesia saat ini
mengalami defisit sebesar 2,1%.
Entah standar apa yang dipakai oleh OJK, sehingga
cukup ‘PD’ untuk mengajukan anggaran sebesar Rp 9,25 miliar untuk pembayaran
gaji periode Agustus hingga Desember 2012. Dengan nilai anggaran gaji
sebesar itu diperkirakan rata-rata perbulan
gaji Dewan Komisioner OJK mencapai Rp 260 juta, lebih besar dari gaji Menteri
dan Presiden yang sama-sama dibayar oleh APBN.
Bisa jadi mereka bercermin pada Bank Indonesia sebagai
pemegang rekor gaji yang dibiayai APBN tertinggi di Indonesia. Saat ini gaji
bos Bank Indonesia bisa mencapai Rp 200 jutaan/bulan atau sekitar Rp 3,18
miliar/tahun. Sementara gaji Presiden RI saja 'hanya' Rp 62 juta/bulan dan
sudah tidak mengalami kenaikan dalam 7 tahun terakhir. Pola gaji bos institusi
moneter bisa lebih tinggi dibandingkan dengan gaji presiden adalah absurd,
bahkan di Amerika Serikat pun gaji presiden masih lebih besar
dibandingkan dengan gaji bos The Fed.
Sementara itu Kementerian Keuangan mengaku telah
menyiapkan anggaran sebesar Rp 75 miliar untuk pembayaran gaji Dewan Komisioner
dan belanja operasional OJK pada tahun 2012. Di anggaran 2012 anggaran OJK
masih di include dalam anggaran Bapepam LK. Dimana anggaran
Bapepam LK dudah dibagi menjadi 2 bagian, pertama untuk Bapepam LK (sebesar Rp
126 miliar) dan untuk OJK (sebesar Rp 75 miliar), jadi totalnya adalah Rp 201
miliar. Demikian pula untuk anggaran 2013, dalam nota keuangan RAPBN 2013,
pemerintah mengusulkan anggaran sebesar Rp 934,1 miliar untuk cadangan anggaran
pembentukan dan kegiatan OJK.
Selain beban anggaran akan
gaji dan biaya operasional, OJK pun membutuhkan sarana dan prasarana baru guna
mendukung kinerjanya. Saat ini, OJK berkantor di 4 tempat yang berbeda, yaitu
Gedung Bapepam LK; Gedung Bidakara; Gedung BI;dan EPK. Hal ini mengakibatkan
pelaksanaan tugas OJK menjadi tidak optimal, tidak efisien, dan menanggung
risiko operasional yang tinggi. Kondisi ini membuat OJK meminta gedung yang bisa
memuat seluruh karyawannya yang mencapai 2.500 hingga 3.000 orang.
Mengenai jumlah
karyawan ini, agaknya angkanya akan terus tumbuh. Terlihat dari rekrutmen yang
terus dilakukan oleh OJK. Penambahan karyawan tentu mengakibatkan penambahan
beban bagi APBN. Bila institusi finansial siap dipunguti biaya oleh OJK
jika mereka mampu bekerja dengan baik, maka apakah APBN mampu membiayai
OJK jika mereka gagal? Kita tunggu saja apa yang terjadi dengan OJK. Apakah
mereka akan jadi pemecah masalah atau malah menjadi sumber masalah?
(Saya sih berdoa semoga mereka akan menjadi sumber
pemecahan masalah. Atau mungkin mereka bisa ‘merger’ dengan lembaga
keuangan lainnya yaitu ‘Pegadaian’. Sehingga mereka bisa memakai slogannya: “menyelesaikan masalah tanpa masalah”)
Marisa Wajdi!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha