Memangnya 'Menulis' Itu Apa?
Menulis, menurut kamus
besar Bahasa Indonesia berarti “membuat huruf atau angka dengan menggunakan
alat tulis (pensil, pena, kapur, dan lain sebagainya)”.
Bila kita merujuk pada
pengertian tersebut, maka suatu tulisan tidak perlu memiliki arti, fungsi atau
makna tertentu. Lalu, jika menulis tidak memberi arti, manfaat atau fungsi
tertentu, buat apa tulisan itu dibuat?
Memangnya Menulis Itu Penting?
Suatu saat saya bertanya
pada kedua anak saya, apakah mereka tahu perbedaan antara zaman prasejarah dan
zaman prasejarah. Keduanya mencoba menebak-nebak jawabannya, tapi masih jauh dari esensi
jawaban yang saya inginkan.
Kemudian, saya sebutkan
nama-nama pahlawan nasional. Saya bertanya, dari zaman sejarah atau
prasejarahkah mereka. Dengan tepat mereka menjawab, zaman sejarah. Selanjutnya,
saya bertanya lagi, dari zaman manakah dinosaurus berasal. Kembali mereka menjawab
dengan tepat, zaman prasejarah.
Lalu saya tanya lagi,
jadi apa kira-kira yang membedakan keduanya?
Ya, tepat! Tulisan!
Cerita tentang
dinosaurus, merupakan hasil analisis para ilmuwan. Mereka merangkum berbagai
informasi untuk memperkirakan apa yang terjadi pada masa itu. Mereka hanya bisa
mengira-ngira dari fakta dan data yang tersedia, karena tidak ada tulisan yang
menerangkannya kepada kita. Sedangkan cerita zaman sejarah, kita pahami lewat
tulisan yang ditinggalkan para saksi sejarah.
Kalau begitu, para
penulis sangat berjasa bagi kita yang hidup di zaman sekarang. Mereka
menuangkan isi pikirannya pada zaman itu, meninggalkan warisan berupa kisah,
pandangan atau ide yang kemudian dikembangkan oleh manusia pada zaman
selanjutnya.
Dari mana kita tahu kehebatan
hukum-hukum yang dibuat bangsa Romawi, jika mereka tidak pernah menuliskannya.
Dari mana kita tahu cerita, tentang Ken Arok jatuh hati pada Ken Dedes, jika
tidak pujangga yang menuliskannya.
Nah, dari penjelasan
diatas, apakah saya perlu menjelaskan lagi kenapa menulis itu penting?.
Apa Untungnya Buatku Jika Aku Menulis?
Menulis adalah salah satu cara untuk berekspresi. Anda mungkin bukan orang yang
pandai berbicara, bukan orang yang pandai menuangkan pikiran dengan kata-kata.
Tapi teman, lewat menulis Anda bisa melakukannya.
Ketika menulis, Anda diberi
kebebasan waktu seluas-luasnya untuk memikirkan kata apa yang tepat dalam
kalimat anda. Sedangkan dalam berbicara secara langsung, Anda benar-benar mengandalkan kecepatan
reaksi otak Anda dalam menyusun kalimat. Karena ketika Anda menuangkan
pikiran dalam selembar tulisan, maka anda memiliki kesempatan untuk
mengeditnya, merevisinya. Apakah susunan
kalimatnya sudah benar, mudah dipahami sesuai
yang kita inginkan. Berbeda dengan bicara secara langsung, anda harus
berpikir dengan cepat dan Anda juga
tidak bisa menarik kembali omongan Anda dan merevisinya.
Anda mungkin memiliki banyak
konsep atau ide dalam benak Anda. Namun tidak semua orang disekitar Anda mau
mendengarkan apa yang Anda pikirkan. Jika demikian, ambilah secarik kertas,
mulailah menulis. Tumpahkan semua isi pikiran Anda. Jangan khawatirkan bahwa si
kertas dan pena akan bosan mendengar isi pikiran anda. Secarik kertas dan pena,
PC atau notebook Anda bisa menjadi teman sejati yang tidak pernah mengeluh.
Memangnya Kita Orang Penting?
Yap! Kita adalah saksi sejarah, jadi kita adalah orang penting.
Menulis bisa dijadikan
sebagai sebuah hobi, sarana berekspresi, bahkan pekerjaan yang mampu
menghidupi. Penulis buku, dan wartawan adalah sebagian kecil golongan yang menggantungkan
hidupnya pada tulisan.
Anak saya, saya encourage untuk menulis dalam diary
kecil setiap hari, atau setiap saat dia menemui momen istimewa. Dia
nampak tidak terlalu tertarik, namun saya mencoba mengirim sinyal padanya bahwa menulis itu menyenangkan. Saya, lalu, menunjukkan diary yang saya tulis ketika saya masih remaja dulu. Syukurnya, diary itu masih
tersimpan dengan baik. Mereka tertawa terpingkal saat membacanya. Banyak
hal-hal menggelikan yang saya tulis. Mereka beanr-benar takjub akan cerita dalam diary saya tersebut. Ketakjuban mereka terutama pada pikiran-pikiran dangkal
dan konyol yang pernah saya miliki. Ah, mungkin momen ini tidak pernah saya alami, jika saya tidak pernah menuliskan isi hati
saya dalam sebuah diary. Anak saya kemudian nampak mulai tertarik untuk membuat
diary juga.
Mungkin mereka tidak akan percaya kalau ibunya pernah jadi remaja unyu-unyu seperti mereka, kalau tidak ada bukti bukti otentik☺.
Mungkin mereka tidak akan percaya kalau ibunya pernah jadi remaja unyu-unyu seperti mereka, kalau tidak ada bukti bukti otentik☺.
Teman, mungkin kita
belum lahir ketika peristiwa perang kemerdekaan terjadi, kita tidak berada di Bali
saat Imam Samudra dkk mem-bom-nya (syukurlah!). Tapi, itu bukan alasan bagi kita untuk tidak menjadi saksi
sejarah. Dengan menceritakan semua yang terjadi di sekeliling kita saat ini,
maka kita adalah saksi sejarah bagi zaman kita. Sejarah tidak akan pernah ada
jika tidak di tuliskan. Dan sejarah kita, kita sendiri yang menuliskannya.
Mulai nulis, yukk!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha