Minggu, 27 Januari 2013

Harmonisnya Investasi Asing dan Pertumbuhan Indonesia


Tahun-tahun belakangan ini perekonomian dunia melesu, terefek kisruhnya ekonomi Amerika Serikat. Hebatnya, Indonesia mampu mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen di masa-masa sulit tersebut. Keadaan ini membuktikan bahwa peran ekspor sangat lemah dalam perekonomian kita. Alasan terkuat untuk menjelaskan fenomena ini adalah konsumsi domestik yang hebat, yang mampu men-drive pertumbuhan sampai diatas 6 persen.

Eitttsss, jangan senang dulu!

Banyak pakar ekonomi yang meyakini, bahwa pertumbuhan yang digerakkan oleh konsumsi domestik bukanlah jenis pertumbuhan yang berkualitas. Hal ini menunjukkan gaya hidup masyarakat Indonesia yang konsumtif, tanpa terlihat adanya tanda-tanda adanya peningkatan produktivitas.

Hukum ekonomi mengatakan bahwa manusia akan berusaha memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas, mencapai keuntungan sebesar-besarnya, dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Hukum ini menjelaskan mengapa Indonesia terlihat malas untuk berinvestasi. Karena  nyatanya, investasi membutuhkan anggaran yang cukup besar, sementara keuntungan pun tidak bisa diterima secara instan, dan yang paling mengerikan: ancaman resiko! Wajar jika investasi dalam negeri tampak sangat tidak menarik. Dan jalan keluar yang diambil oleh pemerintah adalah mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya. Dengan hadirnya investor asing, Indonesia mendapat keuntungan dari job creation  dan pencatatan output produksinya.

Secara teori dan secara nyata, investasi merupakan penggerak yang kuat dalam mendorongpertumbuhan. Pentingnya investasi dalam pembangunan wilayah menyebabkan perlunya ada usaha-usaha dan kebijakan pembangunan untuk meningkatkan investasi. Dalam menetapkan usaha dan kebijaksanaan tersebut, perlu diketahui dan dipelajari bagaimana kondisi dan perkembanganinvestasi yang ada. Adapun investasi asing ini bisa memiliki dampak yang berlainan sesuai dengan karakteristik industrinya.  Ada daerah yang mampu menarik nilai investasi absolut yang besar, namun daya serap tenaga kerjanya rendah (padat modal).  Dan ada  daerah yang diminati investasi tidak besar secara nominal, namun mampu menyerap tenaga kerja cukup besar (padat karya).Multiplier effect dari industri padat modal lebih kuat pada genjotan pertumbuhan output produksi. Sedangkan multiplier effect dari industri padat karya lebih berorientasi pada tenaga kerja. Investasi pada industri padat modal akan sangat mendukung terjadinya distribusi pendapatan dalam masyarakat.

Bila melihat secara time series, ternyata ada perubahan laku investasi di Indonesia, terutama pada laku investasi asing. Sejak tahun 1968 hingga saat ini, investasi asing sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penanaman modal. Sejalan dengan perubahan waktu, tidak ada perubahan distribusi lokasi dari daerah-daerah pusat pertumbuhan dan kegiatan ekonomi ke daerah-daerah penunjang. Investasi yang lebih baru mempunyai pola distribusi lokasi yang serupa dengan investasi sebelumnya. Namun, terlihat lokasi investasi asing dan domestik semakin tersebar ke wilayah-wilayah lain, meski proporsinya masih sangat kecil.

Bila membandingkan antara pola perkembangan investasi asing dan investasi domestik, ternyata polanya relatif sama. Perbedaannya, pada investasi domestik, distribusi lokasi dan distribusi sektoralnya lebih tersebar, meskipun proporsinya kecil. Salah satu cara meningkatkan daya tarik bagi investasi asing justru dengan meningkatkan dan mendorong penyebaran investasi domestik. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan dan penyebaran investasi domestik akan memacu pertumbuhan dan pemerataan kegiatan ekonomi lokal di luar wilayah-wilayah yang merupakan pusat pertumbuhan dan pelayanan ekonomi. Hal ini akan mendorong investasi asing untuk berlokasi mengikuti investasi domestik dan kegiatan pembangunan ekonomi lokal. Terjadi hubungan ayam-telur antara investasi asing dan investasi domestik.  Manakah yang lebih dulu menjadi fokus.

Jika sejauh ini Pemerintah Indonesia nampak belum ‘pede’ untuk berinvestasi secara mandiri, tidak ada pilihan baginya untuk terus berupaya meningkatkan investasi asing. Konsumsi masyarakat Indonesia yang tinggi saat ini masih bisa menyelamatkan perekonomian. Namun entah sampai sejauh mana daya beli masyarakat mampu untuk menopang behaviour-nya tersebut. Karena konsumsi yang tinggi berdampak juga pada terjadinya inflasi, yang tentunya akan menurunkan daya belinya. Karena itu produktivitas harus mampu menjadi penyeimbang.

Sampai Indonesia merasa mampu berproduksi secara mandiri, maka sampai saat itulah Indonesia masih tergantung pada investasi asing. Saya pribadi berharap semoga saja kita tidak terjebak untuk ‘menggadaikan kemerdekaan’ kita demi investasi asing, atas nama pertumbuhan!

Marisa Wajdi!!!
Sebuah sumbangan tulisan untuk blog : "Analisis Lintas Sektor"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha