Sabtu, 05 Januari 2013

SADAR POTENSI DALAM CAPAI VISI JAWA BARAT 2013


Jawa Barat, dalam mencapai visi dan misinya, perlu menyadari potensi yang dimiliki. Salah satunya adalah potensi geografis yang berdampingan dengan DKI, sehingga menjadikannya sebagai daerah penyangga ibukota. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat.

Sampai saat ini Jawa Barat mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia. PDRB termasuk migas Jawa Barat pada tahun 2007 mencapai Rp. 490.993,07 Milyar. Tiga kabupaten penyumbang PDRB terbesar di Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bekasi (15,04 persen), Kabupaten Bogor (10,33 persen) dan Kabupaten Karawang (10,30 persen). Sehingga total sumbangan dari ketiga kabupaten tersebut adalah sebesar 35,67 persen.

Bila menelaah lebih lanjut kedalam PDRB tiap kabupaten, terlihat bahwa sumbangan terbesarnya berasal dari sektor industri. Kontribusi sektor industri terhadap PDRB di Kabupaten Bekasi sebesar 79,82 persen, di Kabupaten Bogor sebesar 63,72 persen dan Kabupaten Karawang sebesar 53,80 persen.

Dari kenyataan diatas, jelas besarnya kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Jawa Barat membuat sektor industri menjadi sangat sensitif. Saat keadaan kondusif bagi aktivitas ekonomi, produktivitas akan meningkat, tenaga kerja terserap lebih banyak, sehingga akhirnya mampu menumbuhkan laju perekonomian dan menekan angka kemiskinan. Sebaliknya ketika keadaan tidak kondusif, banyak tenaga kerja yang di-PHK, produktivitas menurun, ekonomi melesu, akibatnya lebih lanjut adalah peningkatan angka kemiskinan. Seperti yang tengah terjadi saat ini, perlambatan ekonomi Indonesia terjadi akibat efek domino dari kolapsnya ekonomi AS. Hal ini sedikit banyak akan berdampak pada sektor industri di Jawa Barat pada khususnya. Pemerintah diharapkan mampu menyediakan payung sebelum hujan, mengingat begitu besarnya kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Jawa Barat.

ISEI dalam pleno ke-12 di Balikpapan, menawarkan jurus jitu untuk percepatan pemulihan ekonomi, yaitu menggeser paradigma pembangunan dan merevitalisasi pertanian. Revitalisasi di bidang pertanian dilakukan dalam aspek onfarm, serta agribisnis di sektor hulu dan sektor hilir. Hal ini sangat mendesak untuk diimplementasikan dalam satu kebijakan operasional yang nyata, sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Peran pembangunan di sektor pertanian perlu mendapat perhatian serius. Potensi sektor pertanian di Jawa Barat masih sangat besar. Apalagi sebagian besar kabupaten di Jawa Barat masih bergantung pada sektor pertanian. Bahkan Cianjur, Garut dan Tasikmalaya hampir separuh dari nilai tambah bruto yang terbentuk berasal dari sektor ini. Kenyataan yang harus dicermati adalah bahwa kantung-kantung kemiskinan justru berada di kawasan pertanian.

Kondisi Jawa Barat sampai saat ini masih jauh dari pro poor. Salah satu indikatornya adalah belum meratanya akses masyarakat  terhadap perekonomian. Perekonomian saat ini sebagian besar (64,82 persen) dinikmati segelintir orang, yaitu golongan pemilik usaha/modal. Sedangkan buruh/karyawan yang notabene sebagai golongan terbesar dari masyarakat hanya menikmati 30,47 akses perekonomian. Sisanya 4,71 persen merupakan pajak yang merupakan balas jasa bagi pemerintah.

Mencapai masyarakat yang sejahtera merupakan tujuandari tiap pemerintahan. Terkadang program yang direncanakan tidak membuah hasil sebagaimana yang ditargetkan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, baik dari objek dan subjek program. Masyarakat terkadang belum siap menerima dan mengimpelmentasikannya, sedangkan banyak juga dana bantuan yang kemudian malah di korupsi. Bukan  rahasia jika korupsi merupakan biang keladi dari ekonomi biaya tinggi. Hal inilah yang menjadi pelemah daya tarik investasi. Korupsi juga memperparah upaya pemerataan pendapatan masyarakat di Jawa Barat.

PDRB memang seringkali dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Namun perlu disadari bahwa dalam PDRB nilai tambah yang terbentuk belum tentu dinikmati seluruhnya oleh masyarakat Jawa Barat, karena masih mengandung transfer in dan transfer out. Bila ada sinyalemen yang menunjukkan bahwa pemilik modal bukan merupakan warga Jawa Barat atau bahkan WNA, berarti akan terjadi transfer out yang akan sangat merugikan bagi perekonomian Jawa Barat. Hal ini mengingatkan pemerintah daerah agar bijaksana dalam membuka pintu investasi.

Walaupun laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sejak tahun 2000 terus positif, pemerintah harus tetap waspada. Jangan terbuai dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ternyata kondisi tersebut belum tentu menunjukkan masyarakat yang sejahtera. Dengan kesadaran tersebut semoga tercapai Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera, sesuai dengan visi yang ingin dicapai pada tahun 2013 ini. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha