Jawa Barat, dalam mencapai visi dan misinya, perlu
menyadari potensi yang dimiliki. Salah satunya adalah potensi geografis yang
berdampingan dengan DKI, sehingga menjadikannya sebagai daerah penyangga
ibukota. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para investor untuk
menanamkan modalnya di Jawa Barat.
Sampai saat ini Jawa Barat mampu memberikan kontribusi yang
besar bagi perekonomian Indonesia. PDRB termasuk migas Jawa Barat pada tahun
2007 mencapai Rp. 490.993,07 Milyar. Tiga kabupaten penyumbang PDRB terbesar di
Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bekasi (15,04 persen), Kabupaten Bogor
(10,33 persen) dan Kabupaten Karawang (10,30 persen). Sehingga total sumbangan
dari ketiga kabupaten tersebut adalah sebesar 35,67 persen.
Bila menelaah lebih lanjut kedalam PDRB tiap kabupaten,
terlihat bahwa sumbangan terbesarnya berasal dari sektor industri. Kontribusi
sektor industri terhadap PDRB di Kabupaten Bekasi sebesar 79,82 persen, di Kabupaten
Bogor sebesar 63,72 persen dan Kabupaten Karawang sebesar 53,80 persen.
Dari kenyataan diatas, jelas besarnya kontribusi sektor
industri terhadap perekonomian Jawa Barat membuat sektor industri menjadi
sangat sensitif. Saat keadaan kondusif bagi aktivitas ekonomi, produktivitas akan
meningkat, tenaga kerja terserap lebih banyak, sehingga akhirnya mampu
menumbuhkan laju perekonomian dan menekan angka kemiskinan. Sebaliknya ketika
keadaan tidak kondusif, banyak tenaga kerja yang di-PHK, produktivitas menurun,
ekonomi melesu, akibatnya lebih lanjut adalah peningkatan angka kemiskinan.
Seperti yang tengah terjadi saat ini, perlambatan ekonomi Indonesia terjadi
akibat efek domino dari kolapsnya ekonomi AS. Hal ini sedikit banyak akan
berdampak pada sektor industri di Jawa Barat pada khususnya. Pemerintah
diharapkan mampu menyediakan payung sebelum hujan, mengingat begitu besarnya
kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Jawa Barat.
ISEI dalam pleno ke-12 di Balikpapan, menawarkan jurus jitu
untuk percepatan pemulihan ekonomi, yaitu menggeser paradigma pembangunan dan
merevitalisasi pertanian. Revitalisasi di bidang pertanian dilakukan dalam
aspek onfarm, serta agribisnis di sektor hulu dan sektor hilir. Hal ini
sangat mendesak untuk diimplementasikan dalam satu kebijakan operasional yang
nyata, sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Peran pembangunan di sektor pertanian perlu mendapat
perhatian serius. Potensi sektor pertanian di Jawa Barat masih sangat besar. Apalagi
sebagian besar kabupaten di Jawa Barat masih bergantung pada sektor pertanian.
Bahkan Cianjur, Garut dan Tasikmalaya hampir separuh dari nilai tambah bruto
yang terbentuk berasal dari sektor ini. Kenyataan yang harus dicermati adalah
bahwa kantung-kantung kemiskinan justru berada di kawasan pertanian.
Kondisi Jawa Barat sampai saat ini masih jauh dari pro
poor. Salah satu indikatornya adalah belum meratanya akses masyarakat terhadap perekonomian. Perekonomian saat ini
sebagian besar (64,82 persen) dinikmati segelintir orang, yaitu golongan
pemilik usaha/modal. Sedangkan buruh/karyawan yang notabene sebagai golongan
terbesar dari masyarakat hanya menikmati 30,47 akses perekonomian. Sisanya 4,71
persen merupakan pajak yang merupakan balas jasa bagi pemerintah.
Mencapai masyarakat yang sejahtera merupakan tujuandari
tiap pemerintahan. Terkadang program yang direncanakan tidak membuah hasil
sebagaimana yang ditargetkan. Hal ini disebabkan berbagai faktor, baik dari
objek dan subjek program. Masyarakat terkadang belum siap menerima dan
mengimpelmentasikannya, sedangkan banyak juga dana bantuan yang kemudian malah
di korupsi. Bukan rahasia jika korupsi
merupakan biang keladi dari ekonomi biaya tinggi. Hal inilah yang menjadi
pelemah daya tarik investasi. Korupsi juga memperparah upaya pemerataan
pendapatan masyarakat di Jawa Barat.
PDRB memang seringkali dijadikan indikator pertumbuhan
ekonomi di suatu daerah. Namun perlu disadari bahwa dalam PDRB nilai tambah yang
terbentuk belum tentu dinikmati seluruhnya oleh masyarakat Jawa Barat, karena
masih mengandung transfer in dan transfer out. Bila ada
sinyalemen yang menunjukkan bahwa pemilik modal bukan merupakan warga Jawa
Barat atau bahkan WNA, berarti akan terjadi transfer out yang akan sangat
merugikan bagi perekonomian Jawa Barat. Hal ini mengingatkan pemerintah daerah
agar bijaksana dalam membuka pintu investasi.
Walaupun laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sejak tahun
2000 terus positif, pemerintah harus tetap waspada. Jangan terbuai dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ternyata kondisi tersebut belum tentu
menunjukkan masyarakat yang sejahtera. Dengan kesadaran tersebut semoga
tercapai Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera, sesuai
dengan visi yang ingin dicapai pada tahun 2013 ini. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha