Sabtu, 12 Januari 2013

Keep in Faith Visioner!


Tanggal 5  Januari 2013, adalah hari yang menorehkan luka dalam di hati Pak Dahlan Iskan (DI). Bukan karena Tucuxi yang menguras kantongnya sampai 3 M tersebut itu hancur, bukan karena tubuhnya yang lebam, tapi luka karena takut.

Takut?

Apa yang ditakutkan oleh menteri kontroversial itu?

Takut harapan yang dipupuknya tentang masa depan mobil listrik Indonesia ikut hancur, seperti hancurnya mobil ‘Ferarri’ merahnya itu.

Pak DI berberpandangan, bahwa untuk menjadi bangsa yang terpandang, Indonesia harus bisa ikut dalam kompetisi teknologi, terutama otomotif. Saat ini Indonesia sudah tertinggal jauh di track teknologi otomotif berbahan bakar migas. Namun ia melihat adanya celah sempit yang bisa dimasuki Indonesia dalam upaya mensejajarkan diri dengan Jepang, Korea dan India. Celah itu adalah teknologi mobil listrik. Indonesia harus curi start, dan menjadi pioneer di teknologi mobil listrik sebelum negara lain mengembangkannya.

Never Easy to Infiltrate a Vision

Sebuah visi, sebuah gagasan baru memang tidak pernah diterima dengan mudah. Selalu ada keraguan disekitarnya. Namun bagi visioner yang yakin bahwa gagasannya pantas diperjuangkan, ia akan mengupayakannya sampai tetes darah penghabisan.

Sebuah contoh populer datang dari Presiden Amerika Serikat (AS) yang pertama, Abraham Lincoln. Di awal kemerdekaan AS, perang melawan pemberontak berkecamuk terus, memakan biaya dan korban  nyawa yang tidak sedikit. Lincoln percaya bahwa penghapusan perbudakan (slavery abolition) merupakan jalan keluar menuju damai. Karena pada dasarnya para pemberontak itu adalah kelompok kulit hitam yang merasa telah berjuang bersama-sama kulit putih dalam mendapatkan kemerdekaan. Dan setelah AS merdeka, mereka merasa berhak untuk menikmati kemerdekaan juga, bukan lagi sebagai budak. 

Seorang teman yang sangat mengenal pribadi Lincoln bertanya, “ Apakah kau tahu apa yang akan terjadi setelah mereka merdeka?” Biasanya ia sangat percaya pada Lincoln, namun ia menyangsikan visi Lincoln kali ini.  

Lincoln menjawab dengan gayanya yang khas, “ tidak! Saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi kita tidak akan benar-benar tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak pernah mencobanya”.

Dan berabad-abad kini, AS harus bersyukur pada keteguhan hati Lincoln. Dia telah menancapkan pondasi terpenting dalam sejarah AS. Entah apa yang terjadi jika virus keraguan, ketakutan dan pesimisme yang ditularkan lingkungannya menjangkiti  Lincoln. Mungkin AS tidak akan seperti AS saat ini.

So, Pak DI, maju terus pantang mundur!

Mungkin ini akan menjadi legacy Anda yang akan bangsa ingat selamanya.
Walau mungkin, kami baru akan mengucapkan terimakasih  pada abad-abad mendatang.

Not much visioner we have, so don’t make it less.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha