Tanggal 5 Januari 2013, adalah hari yang menorehkan luka
dalam di hati Pak Dahlan Iskan (DI). Bukan karena Tucuxi yang menguras
kantongnya sampai 3 M tersebut itu hancur, bukan karena tubuhnya yang lebam,
tapi luka karena takut.
Takut?
Apa yang ditakutkan oleh menteri kontroversial itu?
Takut harapan yang dipupuknya tentang masa depan mobil
listrik Indonesia ikut hancur, seperti hancurnya mobil ‘Ferarri’ merahnya itu.
Pak DI berberpandangan, bahwa untuk menjadi bangsa yang
terpandang, Indonesia harus bisa ikut dalam kompetisi teknologi, terutama
otomotif. Saat ini Indonesia sudah tertinggal jauh di track teknologi otomotif berbahan bakar migas. Namun ia melihat
adanya celah sempit yang bisa dimasuki Indonesia dalam upaya mensejajarkan diri
dengan Jepang, Korea dan India. Celah itu adalah teknologi mobil listrik.
Indonesia harus curi start, dan
menjadi pioneer di teknologi mobil
listrik sebelum negara lain mengembangkannya.
Never Easy to
Infiltrate a Vision
Sebuah visi, sebuah gagasan baru memang tidak pernah diterima
dengan mudah. Selalu ada keraguan disekitarnya. Namun bagi visioner yang yakin
bahwa gagasannya pantas diperjuangkan, ia akan mengupayakannya sampai tetes
darah penghabisan.
Sebuah contoh populer datang dari Presiden Amerika Serikat
(AS) yang pertama, Abraham Lincoln. Di awal kemerdekaan AS, perang melawan
pemberontak berkecamuk terus, memakan biaya dan korban nyawa yang tidak sedikit. Lincoln percaya
bahwa penghapusan perbudakan (slavery
abolition) merupakan jalan keluar menuju damai. Karena pada dasarnya para
pemberontak itu adalah kelompok kulit hitam yang merasa telah berjuang
bersama-sama kulit putih dalam mendapatkan kemerdekaan. Dan setelah AS merdeka,
mereka merasa berhak untuk menikmati kemerdekaan juga, bukan lagi sebagai
budak.
Seorang teman yang sangat mengenal pribadi Lincoln bertanya, “ Apakah kau tahu apa yang akan terjadi setelah mereka merdeka?” Biasanya ia sangat
percaya pada Lincoln, namun ia menyangsikan visi Lincoln kali ini.
Lincoln menjawab dengan gayanya yang khas, “ tidak! Saya
tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi kita tidak akan benar-benar tahu apa
yang akan terjadi jika kita tidak pernah mencobanya”.
Dan berabad-abad kini, AS harus bersyukur pada keteguhan
hati Lincoln. Dia telah menancapkan pondasi terpenting dalam sejarah AS. Entah
apa yang terjadi jika virus keraguan, ketakutan dan pesimisme yang ditularkan
lingkungannya menjangkiti Lincoln.
Mungkin AS tidak akan seperti AS saat ini.
So, Pak DI, maju terus pantang mundur!
Mungkin ini akan menjadi legacy Anda yang akan bangsa ingat selamanya.
Walau mungkin, kami baru akan mengucapkan terimakasih pada abad-abad mendatang.
Not much visioner we
have, so don’t make it less.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentar Anda.
Salam hangat,
Icha