kebijakan impor, hambatan tarif, hambatan non-tarif, dan pelarangan impor
Kegiatan menjual barang atau jasa ke
negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa
dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan menghasilkan
devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing kenegara
kita yang dapat digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari
luar negeri.
Tujuan impor
Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak dapat
dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan,tetapi tidak dapat mencukupi
kebutuhan rakyat.
Untuk melindungi produksi dalam
negerinya dari ancaman produk sejenis yang diproduksi di luar negeri, maka
pemerintah suatu negara biasanya akan menerapkan atau mangeluarkan suatu
kebijakan perdagangan internasional di bidang impor . Kebijakan ini, secara
langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan
kelancaran usaha untuk mendorong/melindungi pertumbuhan industri dalam negeri
(domestik) dan penghematan devisa negara.
Kebijakan perdagangan internasional di
bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan
tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff
barrier).
Hambatan tarif (tariff barrier)
adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang-barang produksi dalam
negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang sejenis yang diimpor dari luar negeri.
Tarif
adalah hambatan perdagangan yang berupa penetapan pajak atas barang-barang
impor atau barang-barang dagangan
yang melintasi daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang
masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat
langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang
besar, pendapatan negara akan meningkat sekaligus membatasi permintaan konsumen
terhadap produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk domestik.
1.
Bea Ekspor (export duties) adalah
pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain (di
luar costum area).
2.
Bea Transito (transit duties) adalah pajak/bea yang dikenakan
terhadap barang-barang yang melalui batas wilayah suatu negara dengan tujuan
akhir barang tersebut negara lain.
3.
Bea Impor (import duties) adalah
pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu negara (tom area).
B. Jenis
Tarif:
1.
Ad valorem duties, yakni bea pabean
yang tingginya dinyatakan dalam presentase dari nilai barang yang dikenakan bea
tersebut.
2.
Specific duties, yakni bea pabean
yang tingginya dinyatakan untuk tiap ukuran fisik daripada barang.
3.
Specific ad
valorem atau compound duties, yakni bea
yang merupakan kombinasi antara specific dan ad valorem. Misalnya suatu barang
tertentu dikenakan 10% tarif ad valorem ditambah Rp 20,00 untuk setiap unit.
C. Sistem Tarif :
1. Single-column
tariffs : sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyai satu
macam tarif. Biasanya sifatnya autonomous
tariffs (tarif yang tingginya ditentukan sendiri oleh sesuatu negara tanpa
persetujuan dengan negara lain). Kalau tingginya tarif ditentukan dengan
perjanjian dengan negara lain disebut conventional
tariffs.
2. Double-column
tariffs : sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2 (dua) tarif.
Apabila kedua tarif tersebut ditentukan sendiri dengan undang-undang, maka namanya
: “bentuk maksimum dan minimum”.
3. Triple-column
tariffs : biasanya sistem ini digunakan oleh negara penjajah. Sebenarnya
sistem ini hanya perluasan daripada double column tariffs, yakni dengan
menambah satu macam tariff preference untuk negara-negara bekas jajahan atau
afiliasi politiknya. Sistem ini sering disebut dengan nama “preferential system”.
D. Efek
tarif :
Pembebanan tarif terhadap sesuatu barang dapat mempunyai
efek terhadap perekonomian suatu negara, khususnya terhadap pasar barang
tersebut. Beberapa sfek tarif tersebut adalah :
- Efek terhadap harga (price effect)
- Efek terhadap konsumsi (consumption effect)
- Efek terhadap produk (protective/import substitution effect)
- Efek terhadap redistribusi pendapatan
(redistribution effect)
E. Effective Rate of Protection
Tarif terhadap bahan mentah akan menaikkan ongkos produksi.
Apabila tarif hanya dikenakan pada barang jadi maka harga barang tersebut akan
naik. Hubungan antara tarif terhadap barang jadi dan tarif terhadap bahan
mentah dapat dinyatakan dengan adanya “effective
rate of protection” yang dinikmati oleh produsen yang memproses barang jadi
tersebut. apabila barang jadi dan juga bahan mentah impor itu dikenakan tarif,
maka effective rate of protection bagi produsen barang tersebut makin tinggi
apabila makin rendah tarif terhadap bahan mentah.
F. Alasan
pembebanan tarif :
1. Yang secara ekonomis dapat
dipertanggungjawabkan
a. Memperbaiki dasar tukar
Pembebanan tarif dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor.
Ini berarti bahwa untuk sejumlah tertentu ekspor menghendaki jumlah impor yang
lebih besar, sebagian daripadanya diserahkan kepada pemerintah sebagai
pembayaran tarif.
b. Infant-industry
Pembebanan terif terhadap barang dari luar negeri dapat
memberi perlindungan terhadap industri dalam negeri yang sedang tumbuh ini.
c. Diversifikasi
Pembebanan tarif industry dalam negeri dapat berkembang
sehingga dapat memperbanyak jumlah serta jenis barang yang dihasilkan terutama
oleh negara yang hanya menghasilkan satu atau beberapa macam barang saja
d. Employment
Pembebanan tarif mengakibatkan turunnya impor dan menaikkan
produksi dalam negeri.
e. Anti dumping
Pembebanan tarif terhadap barang yang berasal dari negara
yang menjalankan politik dumping supaya tidak terkena akibat jelek daripada
politik tersebut.
2. Yang secara ekonomis tidak dapat
dipertanggungjawabkan
a. To
keep money at home
Pembebanan tarif impor, maka impor akan berkurang sehingga
akan mencegah larinya uang ke luar negeri.
b. The
low-wage
Negara yang tingkat upahnya tinggi tidak dapat mengadakan
hubungan dengan negara yang tingkat upahnya rendah tanpa menanggung risiko akan
turunnya tingkat upah. Untuk melindungi para pekerja yang upahnya tinggi dari
persaingan para pekerja yang upahnya rendah maka negara yang tingkat upahnya
tinggi tersebut perlu membebankan tarif bagi barang yang berasal dari negara
yang tingkat upahnya rendah.
c. Home
market
3. Yang tidak dapar diuji atau dibuktikan, karena mengandung premis ekonomi yang salah.
Tarif akan mengakibatkan turunnya atau hilangnya impor dan diganti dengan prosuksi dalam negeri. Kenaikan produksi berarti tambahnya kesempatan kerja yang akhirnya berarti pula kenaikan kegiatan ekonomi.
Tarif akan mengakibatkan turunnya atau hilangnya impor dan diganti dengan prosuksi dalam negeri. Kenaikan produksi berarti tambahnya kesempatan kerja yang akhirnya berarti pula kenaikan kegiatan ekonomi.
Hambatan non-tarif (non-tarif barrier)
adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan
distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Dr.
Hamdy Hady).
A.M. Rugman dan R.M.
Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier)
sebagai berikut :
1. Pembatasan
spesifik (specific limitation) :
a. Larangan impor secara mutlak
b. Pembatasan impor (quota system)
Kuota adalah pembatasan fisik secara
kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran
barang (kuota ekspor) dari / ke suatu negara untuk melindungi kepentingan
industri dan konsumen.
c. Peraturan atau ketentuan teknis untuk
impor produk tertentu
d. Peraturan kesehatan / karantina
e. Peraturan pertahanan dan keamanan
negara
f. Peraturan kebudayaan
g. Perizinan impor (import licence)
h. Embargo
i. Hambatan pemasaran / marketing
2.
Peraturan bea cukai (customs administration rules)
a. Tatalaksana impor tertentu (procedure)
b. Penetapan harga pabean
c. Penetapan forex rate (kurs
valas) dan pengawasan devisa (forex control)
d. Consulate formalities
e. Packaging / labelling regulations
f. Documentation needed
g. Quality and testing standard
h. Pungutan administasi (fees)
i. Tariff classification
3. Partisipasi
pemerintah (government participation)
a. Kebijakan pengadaan pemerintah
b. Subsidi dan insentif ekspor
Subsidi adalah kebijakan pemerintah
untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada indusrti dalam negeri dalam
bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dll.
c. Countervaling
duties
d. Domestic
assistance programs
e. Trade-diverting
4. Import charges
a. Import
deposits
b. Supplementary
duties
c. Variable
levies
Indonesia mengimpor barang-barang
konsumsi bahan baku dan bahan penolong serta bahan modal. Barang-barang
konsumsi merupakan barang-barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari,seperti makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging. Bahan
baku dan bahan penolong merupakan barang- barang yang diperlukan untuk kegiatan
industri baik sebagai bahan baku maupun bahan pendukung, seperti kertas,
bahan-bahan kimia, obat-obatan dan kendaraan bermotor.
Barang modal adalah barang yang
digunakan untuk modal usaha seperti mesin, suku cadang, komputer, pesawat
terbang, dan alat-alat berat. Produk impor Indonesia yang berupa hasil
pertanian, antara lain, beras, terigu, kacang kedelai dan buah-buahan. Produk
impor Indonesia yang berupa hasil peternakan antara lain daging dan susu.
Produk impor Indonesia yang berupa hasil
pertambangan antara lain adalah minyak bumi dan gas, produk impor Indonesia
yang berupa barng industri antara lain adalah barang-barang elektronik, bahan
kimia, kendaraan. dalam bidang jasa indonesia mendatangkan tenaga ahli dari
luar negeri.
Pelarangan impor
Larangan impor
adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barang-barang tertentu atau produk-produk asing (ke dalam pasar
domestik) ke dalam negeri.
Kebijakan larangan impor dilakukan untuk menghindari barang-barang yang dapat
merugikan masyarakat. Misalnya melarang impor daging sapi yang mengandung
penyakit Anthrax. Kebijakan ini
biasanya dilakukan karena alasan politik dan ekonomi.
Pada dasarnya ada
tiga sasaran
kebijakan larangan impor, yaitu:
A. Kebijakan
Larangan Impor Berorientasi Lingkungan Hidup.
B. Kebijakan
Larangan Impor Untuk Melindungi Industri Dalam Negeri dan
C. Menjaga Balance of Payments, dan
Berikut ini adalah ulasan kebijakan
larangan impor sesuai ketiga sasaran tersebut diatas:
A.
Kebijakan Larangan Impor Berorientasi
Lingkungan Hidup
Pemerintah suatu negara dapat melarang impor
produk tertentu apabila produk tersebut berbahaya bagi manusia, hewan, maupun
tumbuhan di suatu negara, atau karena produk itu merupakan hasil eksploitasi
sumber daya alam hingga merusak keseimbangan ekologi.
Di Indonesia, terdapat beberapa produk yang dilarang masuk ke Indonesia karena
berbahaya bagi lingkungan hidup, antara lain limbah plastik (Keputusan Menteri
Perdagangan Nomor 520/MPP/Kep/8/2003), Pestisida
etilen dibromida, Limbah B3 kecuali item tertentu, Udang spesies Penaeus Vanamae (Peraturan Bersama
Mendagri dan Menteri Kelautan dan Perikanan), dan produk susu dan olahan susu
dari Cina. Akan tetapi, pada Agustus 2008 muncul berita bahwa Pemerintah akan
mengizinkan impor limbah plastik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku murah bagi
industri, karena menurut data Asosiasi Industri Plastik dan Olefin Indonesia,
selama semester pertama 2008 harga bahan baku plastik polyethylene dan
polypropylene naik 100 persen dari US$ 1.100 menjadi US$ 2.200 per ton.
Sedangkan pelarangan impor udang spesies Penaeus Vanamae adalah karena di pasar
internasional beredar udang jenis ini yang terserang penyakit.
Produk susu
dan olahan susu dari Cina juga masuk dalam daftar larangan impor di 31 negara lain, menyusul terjadinya
skandal susu bermelamin di Cina. pada akhir September 2008, dilaporkan susu
bermelamin telah menimbulkan 94.000 korban, termasuk 4 bayi meninggal karena
kerusakan ginjal. Pada tahun 2004, terjadi kasus malnutrisi anak-anak di Cina
Daratan , akibat susu yang tidak mengandung protein. Oleh karena itu,
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kandungan protein. Nampaknya,
perusahaan-perusahaan susu di Cina menambahkan melamin dalam susu agar
seakan-akan susunya mengandung protein yang tinggi. WHO menyebutkan bahwa ini
adalah salah satu skandal keamanan makanan paling besar dalam beberapa tahun
terakhir. Setelah terungkapnya skandal ini di dunia Internasional, reputasi
ekspor makanan asal Cina menjadi jelek, dan tercatat 11 negara menghentikan
seluruh impor produk susu dan olahan susu dari Cina Daratan.
B. Kebijakan Larangan Impor Untuk
Melindungi Industri Dalam Negeri
Dalam kondisi normal, suatu anggota
WTO dilarang untuk melakukan pembatasan kuantitatif untuk impor dan ekspor
sebagaimana diatur dalam pasal XI GATT 1994. Namun demikian, dalam kondisi
tertentu negara anggota dapat melakukan safeguard measures sebagai langkah guna
melindungi industri domestik dari kerugian yang disebabkan peningkatan impor.
Terdapat dua kondisi untuk menerapkan safeguards measures, yakni :
a. Terjadi peningkatan impor
dibandingkan produksi barang sejenis di dalam negeri.
b.Peningkatan impor tersebut mengancam
dan mengakibatkan kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang serupa.
Dengan adanya ketentuan ini,
diharapkan negara tersebut dapat melakukan penyesuaian atas produk tertentu
yang menghadapi tekanan yang berasal dari impor barang yang diakibatkan
terjadinya persaingan atau kompetisi secara internasional. Safeguards measures
bersifat sementara dan semata-mata dilakukan dalam rangka proses penyesuaian
bagi industri domestik yang menghadapi tekanan. Safeguards measures tidak dapat digunakan untuk memproteksi
industri domestik dalam jangka panjang.
C. Menjaga Balance of Payments
Apabila negara anggota WTO menghadapi
kesulitan neraca pembayaran (balance of payments/BOP difficulties), maka negara
anggota tersebut dapat menerapkan pembatasan atas perdagangan jasa yang
menyebabkan timbulnya komitmen termasuk pembayaran atau transfer yang berkitan
dengan komitmen tersebut. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar
pengecualian tersebut dapat diberlakukan adalah :
a. Perekonomian negara berkembang
tersebut lemah, sehingga hanya dapat menyokong standar kehidupan yang rendah.
b. Dalam tahap awal pembangunan
.
c. Mengalami kesulitan BOP sebagai
akibat dari kebijakan membuka pasar domestik dan perubahan persyaratan
perdagangan (terms of trade).\
Kebijakan larangan impor demi
industri lokal di Negeria tidak diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang
memadai akan merugikan industri sendiri. Pihak industri sendiri menyatakan
bahwa seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana menyediakan infrastruktur bagi
mereka, daripada melakukan pelarangan impor. Misalnya dalam kasus industri
baja, untuk mencegah perusahaan-perusahaan baja gulung tikar, maka pemerintah
Nigeria harus menyediakan tenaga listrik sekitar 70-80 megawatt. Dengan
melakukan pelarangan impor, pemerintah telah menciptakan pasar bagi produk
lokal, tapi industri lokal sendiri kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar.
Akibatnya, terjadi kelangkaan, rendahnya kualitas produk dan mahalnya harga
barang-barang, sehingga konsumen menjadi korban dari kebijakan ini.
Faktanya, walaupun berneraca surplus
dalam perdagangan internasional, tapi Nigeria terbelit utang, sebagai akibat
dari ketergantungan yang berlebihan pada perdagangan sektor minyak yang padat
modal dan harga produknya sangat fluktuatif. Negeri ini sempat menikmati masa
kejayaan harga jual minyak pada tahun 1980-an, sehingga membuat GDP Nigeria
menembus US$81 miliar pada tahun 1985, namun angka GDP terus melorot menjadi
US$40,5 miliar saja pada 1995. Akibatnya, Nigeria menanggung beban utang luar
negeri yang tak tertanggungkan yakni US$1,7 miliar per tahun untuk mencicil
utang dan bunganya yang semakin membesar, atau sekitar separuh dari nilai yang
harus dibayarkan. Selain anjloknya harga minyak sejak tahun 1980-an, tingkat
korupsi yang tinggi juga menyebabkan keadaan ekonomi Nigeria memburuk (Transparency International mencantumkan
Nigeria sebagai negara terkorup ketiga se-dunia).
Dalam perkembangan berikutnya, WTO
berhasil mendorong Nigeria untuk menghapuskan hambatan impornya dalam delapan
tahun program eliminasi. (WTO 1998). Sebagaimana dapat dilihat pada
Implementation of the Year 2008 Fiscal Policy Measures and Tariff Amendments
yang dikeluarkan Budget Office Nigeria, bahwa larangan impor dialihkan ke
hambatan tarif impor yang cukup tinggi, khususnya untuk produk-produk yang
dapat ditemukan di dalam negeri.
Dengan Hormat,
BalasHapusPerkenalkan kami PT. Hokkindo Jaya Mandiri. Kami adalah perusahaan Jasa Import specialist dalam bidang Jasa Customs Clearance di Kepabeanan baik area Bandara maupun Pelabuhan di seluruh Nusantara, maka dengan ini kami menawarkan jasa pengurusan pabean dan transportasi barang sampai ke tempat tujuan :
1. IMPORT UDARA DAN LAUT
2. PENGURUSAN IMPORT DOOR TO DOOR ( RESMI )
3. CUSTOMS CLEARANCE ( PENGURUSAN IMPORT DI KEPABEANAN )
4. HANDLING IMPORT BORONGAN ( ALL-IN )
5. UNDER NAME ( CONSIGNEE ) / QQ
6. HANDLING IMPORT RESMI
7. TRUCKING
Lisensi Import diantaranya :
- S R P/ N I K
- N P W P
- A P I - U
- IT BESI-BAJA / SNI
- NPIK Electronic
- IZIN IMPORT BARANG BUKAN BARU
BAB Hokkindo ( HS Code )
- BAG XV ( HS NO. 3901 s/d 4017 - PLASTIC )
- BAG XVI ( HS NO. 7202 s/d 8311 - BASI - BAJA )
- BAG XVII ( HS NO. 8401 s/d 8548 - MESIN DAN BAGIAN NYA )
- BAG XX ( HS NO. 9401 s/d 9619 - FURNITURE DAN PERLENGKAPAN NYA )
UNTUK KEMUDAHAN PENGURUSAN IMPORT BARANG Dsb;
- Kami memiliki izin dan alat transaksi data dengan ( Bea dan Cukai ),
Nomor Pokok Pengurusan Jasa Kepabeanan ( NPPJK )
Electronic Data Interchange ( EDI )
Pemberitahuan Import Barang - Pembuatan Document ( PIB ).
Note :
1. Kami mempunyai Agent di beberapa negara eropa,asia dan america,sehingga kami bisa mengerjakan import ex work.
2. Mengeluarkan Faktur Pajak Standar
3. Kami mempunyai kantor cabang di Surabaya, Kalimantan, Denpasar Dan Medan.
Demikian Permohonan Dari Kami, Atas Perhatian dan Kerja samanya Kami
Ucapkan Terima Kasih.
Hormat Kami
RAHMAT ROMIZAN
PT. HOKKINDO JAYA MANDIRI
Graha Sartika Jl. Dewi Sartika No. 357 Cawang, Jakarta Timur (13630)
P : +62(21) 8087 1390 (Hunting)
F : +62(21) 8087 1470
Mobile : 0821 6002 9005
Pesan Instan : 24E4B5EE
Email : hokkindo@yahoo.co.id
E-mail : rahmat.hokkindo@gmail.com
Website : www.hokkindo.com